KOTA BOGOR, Lingkar.news – Pemerintah Kota Bogor tidak menerapkan work from home (WFH) untuk aparatur sipil negara (ASN) secara menyeluruh guna mengurangi polusi udara dari kendaraan mereka. Kebijakan WFH hanya diberlakukan bagi ASN berisiko tinggi seperti sedang hamil, memiliki penyakit bawaan, dan kendala kesehatan lain. Hal sama juga berlaku untuk pegawai swasta.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa pihaknya tidak menerapkan 50 persen ASN bekerja menyeluruh. Hal ini merupakan hasil koordinasi dengan para pakar dari IPB mengenai penanganan polusi udara di kota ini yang saat ini tidak terlalu tinggi.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengendalian Pencemaran Udara di wilayah Jabodetabek.
Inmendagri ini memuat beberapa hal pokok yang perlu dilakukan kepala daerah, baik Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten serta bupati/wali kota se-Jabodetabek, meliputi sistem kerja hybrid, pembatasan kendaraan bermotor, peningkatan pelayanan transportasi publik, pengetatan uji emisi optimalisasi penggunaan masker, pengendalian emisi lingkungan dan penerapan solusi hijau, serta pengendalian pengelolaan limbah industri.
Bima menjelaskan, pihaknya melakukan rapat dua kali terkait kebijakan tersebut. Pertama mengundang para peneliti dari IPB, termasuk Profesor Ernan, kemudian mengumpulkan dinas-dinas terkait.
“Data menunjukkan situasinya belum terlalu mengkhawatirkan. Memang kualitas udara memburuk, kadang-kadang kuning, bahkan kadang-kadang merah. Akan tetapi, secara keseluruhan saya kira situasinya belum membutuhkan WFH,” bebernya.
Ia menilai WFH belum tentu efektif karena sering kali ASN menggunakan waktu bekerja dari rumah untuk jalan-jalan sehingga memengaruhi kinerja. Dalam hal ini, pemkot setempat tidak menerapkan WFH menyeluruh dengan pertimbangan angka-angka polusi udara dan produktivitas pegawai.
Pemkot Bogor juga menerapkan kebijakan 4 in 1 untuk kendaraan yang digunakan ASN masuk ke area kompleks pemerintahan. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan kendaraan mobil pribadi dengan bahan bakar fosil.
ASN diminta untuk ke bekerja ke kantor diantar jemput dengan kendaraan umum atau menumpang alias nebeng ke teman sejalur.
Pengecualian diberikan kepada ASN yang telah menggunakan kendaraan listrik, baik mobil maupun sepeda motor. Mereka dapat masuk ke area dinas pemerintahan, baik sendiri maupun bersama teman, sesuai dengan aturan yang disampaikan dalam Inmendagri Nomor 2 Tahun 2023.
“Jadi, mobil berpenumpang kurang dari empat, tidak boleh masuk balai kota, dinas, dan lingkungan pemerintahan,” tegasnya.
Pihaknya menyampaikan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Perhubungan Kota Bogor melakukan pengetatan uji emisi kendaraan umum, baik transportasi publik maupun pribadi.
“Kami bersama-sama kepolisian akan melakukan sidak untuk memastikan tidak ada yang lolos dari uji emisi, terutama kendaraan yang usianya di atas 20 tahun, termasuk kendaraan umum, transportasi publik. Berdasarkan data, itu salah satu penyebab utama polusi di Kota Bogor yang usia di atas 20 tahun atau yang tidak lolos uji emisi,” jelasnya.
Di lingkup pendidikan, pihak sekolah diminta untuk semaksimal mungkin menerapkan kembali sistem antar jemput sekolah yang setelah pandemi Covid-19 berlalu mulai kendur sehingga menimbulkan kemacetan, polusi, dan lain-lain.
Kemudian terkait pembakaran sampah, Bima mengimbau pihak kelurahan dan kecamatan agar menertibkan masyarakat yang membakar sampah, membakar ban, dan proyek pembangunan infrastruktur pemerintah yang menimbulkan polusi udara. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)