BANTUL, Lingkar.news – Bupati Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Abdul Halim Muslih menyebut kasus penipuan tanah yang menimpa Bryan Manov Qrisna Huri, warga Tegalrejo, Kelurahan Tamantirto lebih ekstrem dari kasus tanah yang dialami Mbah Tupon, warga Ngentak, Kelurahan Bangunjiwo.
“Tim hukum ini kan sudah menginvestigasi laporan Mas Bryan, jadi ada kisah yang mirip dengan kasus Mbah Tupon, tetapi ini lebih ekstrem lagi,” kata Bupati Halim menanggapi perkembangan kasus tanah di Bantul, Rabu, 7 Mei 2025.
Menurut Bupati Halim, kasus sengketa tanah yang menimpa Bryan lebih ekstrem karena tidak ada satupun tanda tangan dari Bryan dan keluarga, namun tiba tiba sertifikat tanah milik keluarga mereka berubah nama menjadi orang lain.
“Ini lebih ekstrem lagi dibanding Mbah Tupon, kalau Mbah Tupon jelas diajak untuk tanda tangan, cuma dia tidak bisa tulis tidak bisa baca, sehingga percaya saja akan dibantu pemecahan sertifikat, tapi kasusnya Mas Bryan lebih ekstrem lagi lebih gila lagi,” bebernya.
Bupati Bantul mengatakan, dalam laporan kasus tanah yang diterima dari keluarga Bryan, pihak keluarga tidak pernah tanda tangan, namun oleh orang yang sebelumnya dipercara untuk menguruskan pemecahan sertifikat tanah, justru dibalik nama menjadi orang lain.
“Itu berarti kemungkinan ada pemalsuan, jadi sudah penipuan sudah pemalsuan dokumen, karena bagaimana bisa beralih kalau tidak ada dokumen, akta jual beli kan tidak mungkin dan dalam akta apapun pasti diperlukan tanda tangan pemilik sertifikat,” terangnya.
Oleh karena itu, kata Bupati Halim, kasus tanah yang dialami Bryan ini luar biasa, bahkan dari laporan yang diterima, luas tanah yang kemudian beralih nama lebih luas dan besaran kredit dari agunan sertifikat tersebut lebih besar dari Mbah Tupon.
“Makanya ini sesuatu yang luar biasa, kalau Mbah Tupon jelas dia tidak bisa baca saja ditipu orang, lha Mas Briyan dan keluarga bukan orang buta huruf, itupun bisa ditipu,” ucapnya.
Korban Dugaan Penggelapan Sertifikat Tanah di Bantul Bertambah
Pemkab Bantul Siapkan Satgas Berantas Mafia Tanah
Saat ini tim hukum yang diterjunkan Bagian Hukum Pemkab Bantul sedang melakukan pendampingan dan advokasi kepada keluarga Bryan untuk mendapatkan hak hak atas tanah tersebut, hal yang sama juga dilakukan terhadap kasus tanah Mbah Tupon.
Pemkab Bantul juga membentuk satgas yang melibatkan unsur kepolisian, kejaksaan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Tata Ruang dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bantul untuk mengusut mafia tanah tersebut.
Bryan mengungkap kasus penipuan yang dialami tersebut bermula sekitar Agustus 2023, yang mana saat itu ibunda Bryan yakni Endang Kusumawati (67), mempunyai kenalan atas nama Triono dan meminta bantuan untuk melakukan pecah sertifikat tanah.
Akan tetapi, sertifikat tanah milik keluarganya seluas 2.275 meter tiba-tiba beralih nama menjadi Muhammad Achmadi dan dijadikan agunan kredit di lembaga perbankan di Kabupaten Sleman.
Ada Indikasi Mafia Tanah yang Sama
Bupati juga mengatakan, kasus tanah yang dialami keluarga Mbah Tupon dan Bryan Manov, yaitu sama sama ada peralihan nama sertifikat hak milik oleh pihak yang dipercaya melakukan pengurusan, padahal permintaannya untuk pecah sertifikat.
“Ada indikasi mafianya sama, diindikasikan mafianya sama, karena investigasi kok menemukan nama-nama yang mirip, apakah itu orangnya sama atau tidak, masih terus didalami,” katanya.
Selain itu transaksi pemindahan nama dari Mbah Tupon ke yang lain, juga dari keluarga Bryan ke yang lain juga membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah Bangunan (BPHTB), sehingga petugas tidak mengerti apabila kemudian ada persoalan dalam peralihan.
“Petugas kita tidak ada kepentingan untuk melakukan validasi, sesungguhnya sertifikat ini atas nama siapa, yang bayar BPHTB banyak, jadi dua-duanya meyakinkan bahwa telah terjadi peralihan hak, buktinya mereka bayar BPHTB, dan berarti akta jual beli ini palsu,” katanya.
Bupati pun heran, karena sertifikat tanah milik tersebut bisa demikian mudah beralih ke tangan lain tanpa ada pembubuhan tanda tangan sekalipun dari pihak pemilik, dalam hal ini yang menimpa kasus Bryan Manov warga Tegalrejo, Kelurahan Tamantirto.
“Ini juga jadi perhatian, karena mereka bayar BPHTB, dan masa ditanya setiap orang bayar BPHTB itu ditanya dan ditelusuri, tidak mungkin, kita tidak ada ketentuan seperti itu,” katanya.