SEMARANG, Lingkar.news – Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng telah mencatat 61 kasus infeksi bakteri Leptospira, yang salah satu penyebarannya melalui urin tikus. Risiko penyebaran leptospirosis rawan terjadi pada musim hujan karena banyak genangan air seperti di wilayah yang sering terjadi rob.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jateng, Irma Makiah, mengungkapkan bahwa leptospirosis dapat menular melalui beberapa cara.
“Penularan bisa terjadi jika kulit yang terluka bersentuhan dengan urin hewan pembawa bakteri, terkena genangan air atau tanah yang terkontaminasi, hingga mengonsumsi makanan atau minuman yang sudah terpapar urin tikus,” jelasnya, Jumat, 14 Februari 2025.
Gejala leptospirosis meliputi demam, nyeri otot terutama di betis, mata merah, hingga gejala kuning pada tubuh. Jika tidak segera ditangani, infeksi ini bisa menyebabkan gagal ginjal hingga kematian. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala tersebut.
Irma menjelaskan bahwa leptospirosis lebih rentan terjadi di daerah dengan populasi tikus tinggi, seperti kawasan padat penduduk, persawahan, lingkungan nelayan, dan daerah dengan sistem pembuangan sampah yang buruk. Wilayah yang sering mengalami banjir dan rob juga berisiko tinggi terhadap penyebaran penyakit ini.
Sebagai langkah pencegahan, pekerja yang sering beraktivitas di area berisiko seperti sawah atau daerah banjir disarankan menggunakan alat pelindung diri, seperti sepatu bot. Luka kecil, termasuk telapak kaki yang pecah-pecah, bisa menjadi pintu masuk bakteri ke dalam tubuh.Selain itu, eliminasi tikus harus dilakukan dengan cara yang benar.
“Jangan menggunakan jebakan yang berisiko menyebarkan cairan atau darah tikus yang mungkin terinfeksi. Tikus sebaiknya dimatikan dengan cara menjemurnya di bawah sinar matahari, menyiram dengan air panas, atau merendamnya dalam wadah berisi disinfektan,” bebernya.
Berdasarkan data Dinkes Jateng, kasus leptospirosis di awal 2025 tersebar di beberapa daerah, seperti Banyumas, Magelang, Purworejo, Cilacap, Karanganyar, Demak, Klaten, Kebumen, Wonosobo, Sukoharjo, serta wilayah Pantai Utara Jawa.
Pada 2024, tercatat ada 545 kasus leptospirosis dengan 66 di antaranya berujung kematian. Mayoritas kematian terjadi pada pasien dengan penyakit penyerta (komorbid) atau yang terlambat mendapatkan penanganan medis.
Dinkes Jateng mengingatkan masyarakat untuk segera mengakses layanan kesehatan jika mengalami gejala.
“Penyakit ini bisa sembuh dengan pemberian antibiotik. Jika ada gejala, segera ke puskesmas atau klinik, atau hubungi kader kesehatan di desa masing-masing,” pungkasnya. (Lingkar Network | Rizky Syahrul – Lingkar.news)