PATI, Lingkar.news – Kemerdekaan memiliki makna yang berbeda-beda bagi tiap individu. Tak terkecuali bagi para kelompok tani di Desa Kembang, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Bagi kelompok tani di Desa Kembang, merdeka finansial masih merupakan cita-cita yang harus diperjuangkan. Terlebih dengan banyaknya kendala di bidang pertanian yang belum terselesaikan.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Kelompok Tani Desa Kembang Ichwanudin usai melaksanakan upacara bendera di tengah sawah, pada Kamis, 17 Agustus 2023. Menurutnya, upacara Hari Kemerdekaan tidak hanya tentang perayaan. Tetapi juga tentang menghidupkan semangat patriotisme dan nasionalisme di kalangan petani.
Ia pun menumpahkan rasa harunya bisa ikut mengikuti upacara bendera peringatan HUT ke-78 RI, meskipun secara sederhana. Baginya, hal itu merupakan bagian dari rasa cinta kepada tanah air.
Di Hari Kemerdekaan ini, pihaknya berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib petani. Khususnya masalah pupuk bersubsidi, pengairan, dan bbm solar yang semakin sulit didapatkan.
“Alhamdulillah, hasil (pertanian, red) lumayan, Cuma banyak kendala. Terutama dari segi pengairan, pupuk, pestisida. Pupuk subsidi kuotanya tidak sesuai dengan kebutuhan petani. Jadi ketika mau beli pupuk subsidi, harganya sulit dijangkau,” ungkapnya.
Selanjutnya, soal pengairan. Diungkapkan, saat ini pengairan di Desa Kembang menggunakan sumur artesis yang memerlukan BBM solar. Menurut petani, itu sangat boros dan tidak efisien. Sehingga harapannya ada energi listrik yang masuk ke areal persawahan.
Hal lain yang juga dikeluhkan petani Desa Kembang adalah jalan di area persawahan belum diaspal. Harapannya bisa diaspal sehingga mobilitas petani maupun transportasi untuk mengangkut hasil panen bisa lancar.
“Inginnya BBM dipermudah, terus jaringan listrik bisa masuk area persawahan untuk mengurangi jatah BBM. Dan hasil panen ‘kan ada penampung, ya harganya (di penampung, red) bisa seimbang dengan pembelian obat, pupuk, dan lain-lain,” harapnya.
Upacara unik di tengah sawah ini, dikatakannya, sudah menjadi agenda tahunan yang selalu ia gelar bersama petani lainnya di sawah. Berbekal bambu sebagai tiang bendera, di ujung bambu terdapat cangkir gelas yang kemudian dipasang tali untuk mengerek sang saka merah putih, diiringi lantunan himne Indonesia Raya, upacara berlangsung khidmat.
“Ini termasuk rutinan, tiap 17 Agustus saya mengadakan upacara, walaupun hanya kecil-kecilan. Sudah beberapa tahun untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia,” lanjutnya.
Sementara itu, menanggapi keluhan para petani Desa Kembang, Camat Dukuhseti Agus Sunarko, S.STP., M.Si. yang bertindak selaku inspektur upacara menyampaikan, jika pihaknya dapat memahami apa yang menjadi keluhan para petani.
Menurut Camat yang biasa disapa Agsun tersebut, yang selama ini menjadi permasalahan di bidang pertanian adalah soal pupuk bersubsidi yang sulit didapatkan, sementara pupuk lain harganya tidak terjangkau. Kemudian pengairan yang tidak memadai, serta BBM solar yang semakin langka.
Agsun berharap hal tersebut dapat dicari solusinya bersama-sama, sehingga petani bisa merasakan kemerdekaan hakiki sepenuhnya.
“Kalaupun kemerdekaan ini belum dirasakan sepenuhnya terkait peningkatan kesejahteraan, itu adalah kendala yang harus kita hadapi dan kita selesaikan. Dan dengan semangat yang luar biasa dari teman-teman kelompok tani ini, tentunya saya (Camat Dukuhseti, red) dan Kapolsek, Danramil, dan teman dari OPD, jadi tergugah. Makanya kita datang ke sini untuk menyaksikan sendiri (kondisi petani di Kecamatan Dukuhseti, red),” ujarnya.
Menurutnya, ketika rakyat sudah mengadukan persoalannya kepada pemerintah, maka sebagai pejabat harus bertanggung jawab untuk ngopeni rakyatnya.
“Kalau pemerintah mampu membantu, pasti akan dibantu. Kalau tidak mampu akan kita tanya, kenapa tidak mampu membantu. Sudah barang tentu, bantuan-bantuan ini harus sesuai dengan ketentuan berlaku. Karena saat ini, kita sudah 78 tahun merdeka, dan area kita secara geografis kebanyakan areal pertanian. Maka sudah selayaknya keluhan-keluhan petani ini kita serap dan kita cari solusinya,” tambahnya.
Karena itu, camat yang memiliki program “Rakyate Kopen, Pejabate Kajen” ini menyayangkan jika sampai ada rakyat yang merasa tidak diopeni oleh pemerintah, karena kesejahteraannya tidak diperhatikan.
“Sangat disayangkan ketika kita merdeka di Bumi Pertiwi yang area pertaniannya sangat luas, tetapi petaninya justru belum sejahtera, belum merdeka secara finansial. Nah, ini harus kita pikirkan bersama solusinya. Jadi keluhan-keluhan petani ini akan kita tangkap, dan kita lanjutkan ke Pemerintah Daerah, Pusat, hingga ke Kementerian-Kementerian yang membidangi,” ungkap Agsun.
Meski digelar secara sederhana, akan tetapi upacara bendera yang digelar di tengah-tengah area persawahan itu berlangsung khidmat. Petani dan warga mengikuti tata cara upacara bendera pada umumnya dengan dihadiri para Forkopimcam Dukuhseti.
Saat bendera mulai dinaikkan, harmoni dari lagu Indonesia Raya mengalun merdu, mengiringi momen penting tersebut. Haru menyentak, menyelusup dalam kalbu. Sekalipun sederhana dengan pakaian ‘dinas’ mereka di sawah, para petani Desa Kembang telah menunjukkan semangat nasionalisme dan patriotisme mereka terhadap NKRI. (Lingkar Network | Koran Lingkar)