JAKARTA, Lingkar.news – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menemukan indikasi kasus korupsi Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya atau BSPS di Sumenep, Jawa Timur.
BSPS adalah program pemerintah yang bertujuan membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar dapat memiliki rumah yang layak huni. Bantuan ini diberikan dalam bentuk dana stimulan yang dapat digunakan untuk memperbaiki, merenovasi, atau membangun rumah secara swadaya.
Inspektur Jenderal Kementerian PKP, Heri Jerman, mengatakan temuan dugaan korupsi bantuan rumah didapatkan setelah meninjau langsung ke Sumenep untuk memantau pelaksanaan program BSPS tahun 2024.
Kabupaten Sumenep pada 2024 menerima alokasi anggaran sebesar Rp109,80 miliar yang diperuntukkan bagi 5.490 unit rumah.
“Nah, ini sudah kami lakukan sampling terhadap 13 kecamatan kemudian terhadap 2.830 penerima bantuan dan juga 20 toko material,” kata Heri dalam keterangan pada Kamis, 15 Mei 2025.
Heri menjelaskan mekanisme penyaluran BSPS dalam Peraturan Direktur Jenderal Perumahan tahun 2022 sebenarnya sudah sangat jelas dan kuat. Namun, implementasinya di lapangan ditemukan banyak ketidaksesuaian.
Beberapa contoh penyimpangan yang ditemukan, antara lain suami dan istri dalam satu Kartu Keluarga (KK) menerima bantuan BSPS, padahal seharusnya satu KK hanya berhak atas satu bantuan.
Penyimpangan lainnya adalah meskipun dana upah kerja sudah masuk ke rekening penerima bantuan, pekerja belum menerima haknya.
Selain itu, Heri juga menyebut tim PKP menemukan ratusan nota belanja material dengan isi yang sama.
“Yang berbeda hanya nama penerimanya,” ucapnya.
Tim juga menemukan penerima bantuan yang kondisi rumahnya dinilai sudah layak dan termasuk kategori mampu.
Kemudian, mekanisme BSPS seharusnya melibatkan penerima bantuan secara langsung dalam pembayaran ke toko material. Namun, ditemukan indikasi kuat adanya campur tangan kepala desa dalam proses pembayaran tersebut.
Heri juga menyebut ada nota slip penarikan yang sudah ditandatangani oleh penerima bantuan sebelum transaksi dilakukan, yang menimbulkan kecurigaan adanya pencairan dana oleh pihak lain.
“Ini beberapa hal yang saya temukan dan bisa saya simpulkan tidak tepat sasaran dan ada penyimpangan. Maka saya berketetapan, terus lanjut, kasus ini saya serahkan kepada aparat penegak hukum, yaitu dalam hal ini Kejaksaan Negeri Sumenep,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri PKP Maruarar Sirait memanggil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah yang merupakan legislator dari daerah pemilihan Sumenep, dan Bupati Sumenep pada Kamis, 15 Mei 2025 terkait dugaan korupsi BSPS 2024.
Said Abdullah mengaku siap mendukung langkah Kementerian PKP terkait penanganan dugaan korupsi Program BSPS di daerah pemilihannya.
“Saya setuju 100 persen untuk dibawa ke ranah hukum tanpa pandang pilih … Kalau ini tidak dituntaskan, Madura akan terjerat dalam tingkat kemiskinan yang berada di sekitar angka 18-20 persen. Dan itu sungguh saya sangat menyesal,” ucap Said Abdullah.
Sementara itu, Bupati Sumenep Achmad Fauzi meminta agar Kementerian PKP bisa melibatkan pemerintah daerah dalam pengawasan dan teknis dalam Program BSPS. Ia juga menekankan pentingnya koordinasi dan kolaborasi antar berbagai pihak agar penanganan rumah tidak layak huni di Kabupaten Sumenep dapat berjalan efektif.
“Kami siap berkolaborasi dan bersinergi dengan Kementerian PKP dalam pengawasan Program BSPS di lapangan,” ucapnya.
Jurnalis: Antara
Editor: Ulfa Puspa