SEMARANG, Lingkar.news – Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) dijadwalkan melakukan ekshumasi atau pembongkaran makam korban pengeroyokan anggota Polresta Yogyakarta di Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang pada Senin, 13 Januari 2025.
Pembongkaran makam tersebut untuk mengusut tuntas kasus kematian Darso, warga Gilisari yang menjadi korban pengeroyokan pada September 2024.
Poniyem, istri korban menjelaskan bahwa pembongkaran makam suaminya telah disepakati oleh keluarga, termasuk adik kandung almarhum.
“Sekarang kami sudah pasang tratak untuk pembongkaran makam pada Senin, 13 Desember 2025. Makam suami saya ada di pemakaman umum, dekat Tugu Dandang, sebelah kantor kelurahan,” ujar Poniyem saat ditemui di rumah duka pada Minggu, 12 Januari 2025.
Menurut Poniyem, keputusan pembongkaran makam dilakukan semata-mata agar penyidik dapat mencari bukti yang menguatkan penyebab kematian suaminya.
Ia juga memastikan keluarga telah menyiapkan semua hal yang dibutuhkan untuk proses ekshumasi, termasuk kehadiran tim kuasa hukum yang akan mengawasi jalannya proses tersebut.
“Kami ingin buktinya jelas agar tidak ada simpang siur. Kami berharap penyidik menggunakan hati nuraninya dalam menangani kasus ini,” ucapnya.
Tim kuasa hukum keluarga menyebutkan bahwa terdapat enam anggota Polresta Yogyakarta yang diduga terlibat dalam pengeroyokan hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
“Kami meminta agar keenam polisi tersebut dihukum seberat mungkin dan diproses sesuai hukum yang berlaku. Harapannya adalah keadilan bagi almarhum dan keluarga kami,” tegas Poniyem.
Pembongkaran makam dijadwalkan Senin pagi dengan pengawasan ketat dari Polda Jawa Tengah dan pihak keluarga. Kasus ini diharapkan dapat membawa kejelasan dan keadilan bagi keluarga korban.
Sementara itu Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Daerah Istimewa Yogyakarta menyebut telah memeriksa enam anggota Polresta Yogyakarta terkait laporan dugaan penganiayaan hingga menyebabkan seorang warga Semarang, Jawa Tengah, Darso (43) meninggal dunia.
“Pemeriksaan awal dilakukan oleh Bidpropam Polda DIY,” ujar Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Aditya Surya Dharma dalam keterangannya di Yogyakarta, Minggu, 12 Januari 2025.
Enam anggotanya tersebut, menurut Aditya, berasal dari Unit Gakkum Satlantas Polresta Yogyakarta yang terlibat dalam penjemputan Darso.
Kronologis Dugaan Penganiayaan Darso Oleh Polisi di Yogyakarta
Sebelumnya laporan dugaan penganiayaan oleh anggota Polresta Yogyakarta itu dilaporkan keluarga almarhum Darso pada Sabtu, 11 Januari 2025.
“Ada satu nama yang kami laporkan, tetapi pelaku penganiayaan diduga tiga sampai enam orang anggota polisi,” kata kuasa hukum keluarga korban, Antoni Yudha Timor, di Semarang pada Sabtu, 11 Januari 2025.
Antoni mengatakan peristiwa penganiayaan terhadap korban bernama Darso diduga terjadi pada September 2024. Korban meninggal dunia setelah menjalani perawatan kurang lebih enam hari di salah satu rumah sakit di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Ia menjelaskan peristiwa penganiayaan yang menewaskan Darso diduga bermula dari peristiwa kecelakaan yang dialami Darso. Penganiyaan tersebut terjadi di dekat rumah korban, tepatnya di area lapangan sepak bola belakang SD 02 Purwosari, Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang.
Keluarga korban sudah melaporkan kasus penganiyaan tersebut ke Polda Jateng didampingi dengan kuasa hukum.
Istri korban, Poniyem menjelaskan kronologi kematian Darso. Kejadian bermula saat korban yang bekerja sebagai sopir sedang mengendarai mobil yang disewa dari Yogyakarta menuju Semarang. Di tengah perjalanan, mobil yang dikendarai Darso menabrak salah satu pengguna jalan di wilayah Yogyakarta pada Juli 2024.
Namun Darso segera menunjukkan etika baiknya dengan membawa orang yang ditabrak ke rumah sakit terdekat. Karena tidak membawa uang, Darso kemudian meninggalkan KTP di rumah sakit tersebut dan bergegas melanjutkan perjalanannya ke Semarang dengan niatan mencari uang.
Lantaran merasa ketakutan terkait biaya perawatan dan mobil rental yang rusak, Darso langsung inisiatif untuk mencari uang di Jakarta. Kurang lebih dua bulan di Jakarta, namun tidak membuahkan hasil lantas memutuskan untuk balik ke Semarang lagi.
Selepas pulang dari Jakarta, Darso tiba-tiba didatangi oleh enam orang yang diduga merupakan anggota Satlantas Polresta Yogyakarta pada September 2024. Mereka awalnya menanyai istri korban sebelum menggelandang Darso masuk ke mobil.
Sekitar dua jam setelah kejadian, tepatnya pukul 08.00 WIB, tiga orang yang sebelumnya ikut menjemput korban kembali mendatangi rumah Darso bersama Ketua RT setempat. Mereka datang untuk memberi kabar kepada istri korban bahwa suaminya kini sedang dirawat Di Rumah Sakit Permata Medika, Ngaliyan, Semarang.
Mendengar kabar tersebut, istri korban pun kaget kemudian langsung bergegas menuju ke rumah sakit di mana suaminya dirawat.
Sebelum meninggal dunia, korban sempat bercertita kepada adik dan istrinya bahwa ia dipaksa keluar dari rumah dan dikeroyok oleh sejumlah orang yang diduga oknum polisi dari Yogyakarta.
Akibat pukulan tersebut, korban merasa sakit di dada dan perut. Sementara wajahnya dipenuhi luka lebam yang terlihat jelas.
Menurut kuasa hukum korban, Darso dirawat di rumah sakit selama enam hari, kemudian melanjutkan pemulihan di rumah selama dua hari.
“Namun keesokan harinya korban menghembuskan nafas terakhir. Setelah kejadian tersebut, terduga pelaku memang sempat datang ke Semarang dengan niat untuk meminta maaf. Bukannya mengunjungi rumah duka, mereka justru menuju rumah pemilik mobil rental di Cangkiran,” ucapnya.
Sebelum masalah ini dikuasakan kepada Antoni Yudha Timor, sempat ada pihak yang mencoba mediasi dengan keluarga korban dan pelaku awalnya menawarkan uang tali asih sebesar Rp5 juta. Namun tawaran itu ditolak oleh keluarga korban.
Beberapa waktu kemudian, mereka kembali dengan tawaran uang sebesar Rp25 juta namun ditolak istri korban.
Dugaan kuat para terduga pelaku merupakan anggota Satlantas Polresta Yogyakarta. Dugaan itu mencuat usai kuasa hukum korban mempelajari foto-foto yang ada, diketahui saat para pelaku datang ke Semarang mengenakan seragam polisi.
Poniyem hanya meminta pihak yang berwenang untuk bersikap seadil-adilnya dalam menangani kasus penganiyaan yang menimpa sang suami hingga meninggal. (Lingkar Network | Rizky Syahrul/Anta – Lingkar.news)