BANDUNG, Lingkar.news – Kasus mafia tanah di Bandung, Jawa Barat terungkap dengan potensi kerugian negara dan masyarakat lebih dari Rp3,6 triliun.
“Alhamdulillah di penghujung masa pengabdian ini bisa bukan hanya terungkap, tapi juga bisa benar-benar dijelaskan kepada publik bahwa kasus mafia tanah di Bandung khususnya Dago Elos, bisa kita selesaikan,” kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) usai ungkap kasus pertanahan di Bandung, Jumat, 18 Oktober 2024.
Menteri AHY menerangkan bahwa tindak pidana pertanahan pertama dilakukan oleh seorang tersangka yang terjadi di wilayah Pacet, Kabupaten Bandung dengan modus operandi pemalsuan surat, dan penggelapan jasa pengurusan perizinan pembangunan perumahan.
“Lokasi objek bidang tanah yang menjadi permasalahan ini akan dibangun perumahan sebanyak kurang lebih 264 unit untuk kasus pertama ini dengan kerugian Rp51 miliar,” ungkapnya.
Kasus Mafia Tanah Terbesar di Jateng, Potensi Kerugian Capai Rp 3,41 Triliun
Kasus mafia tanah kedua dilakukan oleh dua orang tersangka, Muller bersaudara, di wilayah Dago Elos, Kota Bandung dengan modus operandi memalsukan suatu akta otentik. Kedua tersangka sudah divonis penjara 3,5 tahun dan nilai kerugian Rp3,6 triliun.
“Yang ini terus menjadi perhatian luas apa yang diperjuangkan masyarakat kawasan Dago Elos, Kota Bandung. Ini bahkan sejak (tahun) 2016, yang terdampak 2.000 orang, ada 360 sekian kepala keluarga yang mereka berharap keadilan,” jelasnya.
AHY juga mengatakan terdapat 98 kasus mafia tanah yang menjadi target operasi pada 2024.
Dari 98 kasus yang sedang berproses, terdapat 43 kasus yang sudah memasuki penetapan tersangka, baik P19 (berkas perkara dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi) maupun P21 (berkas perkara telah lengkap setelah dilakukan penyidikan tambahan sesuai petunjuk dari penuntut umum).
Adapun khusus yang masuk tahap P21, kata AHY, terdapat 55 kasus mafia tanah yang menjadi target operasi dengan jumlah tersangka 165 orang.
“Luas objek tanah lebih dari 488 hektare dan potensi nilai kerugian ini lebih dari Rp41 triliun. Total nilai kerugian tersebut meningkat cukup signifikan setelah tiga hari yang lalu kami melakukan pengungkapan tindak pidana pertanahan di Bekasi,” bebernya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)