BANDUNG, Lingkar.news – Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) memberikan pelatihan kepada guru penggerak sebagai langkah untuk menekan pengangguran yang salah satu penyumbang tertingginya adalah lulusan SMA/SMK.
Setidaknya Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman, menargetkan ada 48.615 guru penggerak baik untuk SMA, SMK, dan SLB se-Jawa Barat pada akhir 2024, yang ikut Pelatihan Guru Penggerak Jawa Barat dengan difasilitasi oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar, serta Balai Besar Guru Penggerak Kemendikbud.
“Untuk batch 1 telah dilatih 10.000 guru penggerak Jawa Barat. Sekarang masuk batch 2. Semuanya Kami siapkan sebanyak lima batch pelatihan yang akan berlangsung sampai akhir tahun ini,” kata Herman, Rabu, 2 Oktober 2024.
Menurut Herman menyebutkan angka pengangguran terbuka yang tertinggi adalah lulusan SMA/SMK. Berdasarkan data BPS pada 2024, tingkat pengangguran terbuka lulusan SMK menyentuh angka 8,2 persen, sedangkan untuk lulusan SMA sebesar 6,7 persen.
Pemprov Jabar mengidentifikasi tindak lanjut lulusan SMA/SMK setidaknya memiliki tiga alternatif. Pertama, melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Kedua, siap berwirausaha, dan ketiga, memasuki dunia kerja seperti industri.
“Kalau tidak masuk ketiganya itu nganggur. Untuk siap di tiga hal ini, lulusan SMA/SMK harus memiliki standar kompetensi lulusan yang baik agar bisa diterima di dunia usaha dan industri,” ucapnya.
Herman menyampaikan bahwa lulusan pendidikan menengah harus mendapat bekal soft skill yang kontekstual dengan realitas kehidupan dan masa depan, mulai dari kemampuan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif.
“Kalau anak-anak punya empat kompetensi itu, dia punya bekal untuk melanjutkan pendidikan, wirausaha atau masuk dunia kerja,” imbuhnya.
Sebab, untuk meningkatkan kompetensi anak-anak tersebut, Pemprov Jabar berupaya meningkatkan kompetensi gurunya.
“Salah satu pelatihan yang kami lihat bagus untuk meningkatkan kompetensi guru adalah pelatihan guru penggerak,” ujarnya.
Namun, karena keterbatasan anggaran, Jawa Barat setiap tahunnya hanya mendapatkan jatah 500 orang guru untuk mengikuti pelatihan guru penggerak nasional.
“Jadi, setelah 4 tahun, kita baru punya 2.000 guru penggerak nasional. Waktunya 6 bulan dan ada pembiayaan. Sementara jumlah guru di Jabar ada 50.000. Kalau 48.000 menunggu giliran kan waktunya lama banget,” tuturnya.
Guna mengejar target agar semua guru di Jawa Barat menjadi Guru Penggerak, pihaknya melakukan terobosan dengan mesimplikasi silabus maupun waktu pembelajaran, dengan tetap memperhatikan standar yang digariskan oleh Kemendikbud, dan dilakukan secara swadaya dan mengoptimalkan 2.000 tenaga guru penggerak nasional yang ada.
“Modulnya disederhanakan. Demikian juga waktunya menjadi 1 sampai 2 bulan. Model pembelajarannya blended, baik offline maupun online. Kita tidak pakai APBD, tapi dengan kolaborasi multi-pemangku kepentingan. Guru-guru (peserta) swadaya untuk berkumpul, demikian juga para pelatihnya, yakni 2.000 guru penggerak nasional, semua berswadaya,” terangnya.
Pelatihan Guru Penggerak Jawa Barat ini aktualisasinya menggunakan aplikasi Sistapraja Diskominfo provinsi, sarana pengembangan kompetensi berbasis teknologi yang bersifat kursus terbuka (open course). Nantinya, para guru ini akan mendapat sertifikat dari Pemprov Jawa Barat dan Balai Besar Guru Penggerak Kemendikbud.
“Harapannya, meski serba terbatas, ini kongkret supaya bisa meningkatkan standar kompetensi guru dan mengasah soft skill-nya. Mudah-mudahan dari guru ditransformasi ke anak-anak, sehingga mulai tahun depan kualitas dan kompetensi anak-anak SMA/SMK kita jauh lebih baik,” tuturnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)