JAKARTA, Lingkar.news – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menyampaikan opsi penggunaan kata pemulihan pada Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. Menurutnya diksi perampasan perlu dipertimbangkan karena berkonotasi negatif.
“Kalau lihat lucu-lucunya saja deh, UU Perampasan Aset, apakah diksi perampasan itu baik untuk negara ini?” kata Doli saat rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.
Sejauh pemahamannya, wacana RUU Perampasan Aset timbul berdasarkan desakan agar DPR RI menindaklanjuti penandatanganan ratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
Jika diteliti, kata Doli, bahasa yang digunakan dalam ratifikasi UNCAC terkait hal tersebut adalah stolen asset recovery, yang menggunakan kata recovery atau pemulihan.
“Lantas kenapa kita memilih kata perampasan dibandingkan pemulihan yang tertera di UNCAC Itu?” kata Doli.
Saat ini, tambah Doli, sedang dibangun opini-opini bahwa DPR RI akan menolak RUU Perampasan Aset masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Padahal, Baleg DPR RI saat ini sedang menyerap aspirasi masyarakat dengan menghadirkan berbagai lembaga dan organisasi dalam rapat dengar pendapat.
“Sekarang kita memasuki pemerintahan baru, era baru, semangat baru, dan kita lihat beberapa kali pernyataan dari presiden kita, sangat kuat untuk melakukan pemberantasan korupsi, saya kira kita setuju semua,” ujarnya.
Untuk itu, menurut Doli, DPR RI berkomitmen membumihanguskan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Dia memastikan bahwa Baleg DPR RI pun sedang membahas RUU Perampasan Aset dan belum mengambil keputusan apa pun.
“Jadi, bagi yang mengusulkan perampasan aset, coba kami dikasih masukan, dari judulnya saja, masih perlu nggak pakai perampasan, kira-kira begitu,” katanya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)