JAKARTA, Lingkar.news – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali memberikan kejutan ke publik. Bekas Ketua Umum PPP M. Romahurmuziy kembali menjadi pengurus di partai berlambang kabah ini.
Dalam unggahannya di media sosial, pria yang punya sapaan akrab Romy ini mengumumkan bahwa dirinya dipercaya sebagai Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP.
Padahal, Romy merupakan eks narapidana kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama yang pada 2019 lalu divonis bersalah.
Menanggapi hal itu, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi menyebut kembalinya Romy tidak menjadi soal. Pasalnya, Romy sudah bebas sejak 3 tahun lalu.
“Pertama, beliau ini sudah bebas dari tiga tahun lalu. Sudah tiga tahun lalu sudah bebas, berdasarkan putusan kasasi beliau divonis satu tahun,” kata Achmad, pada Senin, 2 Januari 2023.
Di situ Achmad menjelaskan, putusan pengadilan tidak menyebutkan bahwa hak politik Romy dicabut. Karena itu ia menyebut adalah sah-sah saja jika Romy kembali ke politik.
Selain itu, Achmad menerangkan hukuman Romy di bawah 5 tahun, yakni 4 tahun. Sehingga menurutnya, berdasarkan putusan MK, putusan yang di bawah 5 tahun itu boleh mencalonkan sebagai calon anggota DPR, apalagi menjadi pengurus partai.
Di mata Achmad, partainya sudah mempertimbangkan dengan matang sebelum memutuskan kembali meminang Romy jadi pengurus partai. Apalagi Romy dinilai masih punya kemampuan untuk membesarkan partai.
“Mas Romy di mata teman-teman PPP masih memiliki kemampuan untuk membesarkan partai, berkontribusi membesarkan partai ini,” ujarnya.
Pernyataan Achmad senada dengan apa yang dikemukakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihak KPK menghormati hak dari mantan terpidana perkara korupsi M Romahurmuziy alias Romy yang kembali terjun ke politik dan saat ini menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP.
“KPK pada prinsipnya menghormati hak setiap mantan narapidana korupsi sebagai WNI dalam berserikat, berkumpul, dan beraktivitas dalam lingkungannya masing-masing, termasuk kegiatan politik, sepanjang memang tidak dibatasi oleh putusan pengadilan terkait pencabutan hak politik,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui keterangannya pada Senin, 2 Januari 2023.
Ia menambahkan bahwa, hukuman bagi para narapidana sepatutnya tidak hanya dimaknai sebagai hukuman untuk memberi efek jera. Namun, juga sebagai pembelajaran bagi dia dan juga masyarakat, agar tidak kembali terjerat tindak pidana korupsi.
KPK berharap para mantan narapidana korupsi, termasuk Romy dapat menyampaikan pesan kepada lingkungannya bahwa, efek jera dari penegakan hukum tindak pidana korupsi itu nyata, tidak hanya berimbas pada diri pelakunya tetapi juga terhadap keluarga dan lingkungannya.
“Hal ini patut menjadi pembelajaran kita bersama. Terlebih salah satu pelaku korupsi terbanyak yang ditangani KPK adalah produk dari proses politik, baik yang berkiprah pada ranah eksekutif maupun legislatif,” jelasnya.
Oleh karena itu, kata dia, dalam trisula strategi pemberantasan korupsi KPK, melalui pendekatan strategi pendidikan, KPK intensif melakukan pembekalan antikorupsi bagi para kader partai politik. Salah satunya melalui program Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Terpadu yang menyasar peserta pemilu.
Selama 2022, KPK telah menggelar PCB yang diperuntukkan bagi 20 partai politik yang terdaftar di KPU pada tahun 2019, di mana 20 partai politik ini terdiri dari 16 partai nasional dan empat partai lokal di Aceh.
Kemudian, melalui pendekatan strategi pencegahan, KPK juga mencanangkan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP). KPK mengharapkan SIPP diimplementasikan sebagai kebijakan yang memandu sikap, perilaku, dan tindakan partai politik dalam meningkatkan kualitas demokrasi dan pemerintahan di Indonesia.
“Melalui sistem demokrasi yang bersih dari praktik-praktik money politic, KPK berharap masyarakat menjadi lebih percaya pada sistem politik di Indonesia sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan bernegara dengan terciptanya perpolitikan yang cerdas dan juga berintegritas,” harapnya. (Lingkar Network | Koran Lingkar)