JAKARTA, Lingkar.news – Anggota DPR RI fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, merespons terkait surat panggilan dari Mahkamah Dewan Kehormatan (MKD) DPR RI.
Rieke dilaporkan oleh Alfadjri Aditia Prayoga atas dugaan pelanggaran kode etik atas pernyataannya di media sosial yang dinilai memprovokasi publik untuk menolak kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.
“Mengadukan saudara karena adanya dugaan pelanggaran kode etik atas pernyataan saudara yang dalam konten yang diunggah di akun media sosial terkait dengan ajakan atau provokasi untuk menolak kebijakan PPN 12 persen,” demikian isi surat panggilan sidang yang ditandatangani Ketua MKD DPR Nazaruddin Dek Gam tertanggal 27 Desember 2024.
Berdasarkan hasil verifikasi, MKD DPR RI kemudian memanggil Rieke Diah Pitaloka dalam sidang MKD DPR RI dengan agenda meminta keterangan teradu pada hari Senin pukul 11.00 WIB di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta.
“Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 dan Pasal 24 Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI,” tulisnya.
PDIP Dikritik Soal Sikap Inkonsistensi Kebijakan PPN 12 Persen
Merespons hal tersebut, Rieke melalui akun Instagram pribadinya @riekediahp pada Senin, 30 Desember 2024 menyebutkan bahwa dirinya telah menerima surat dari MKD.
“Saya telah menerima surat dari MKD Nomor: 743/PW.09/12/2024 tertanggal 27 Desember 2024. Surat MKD tersebut disampaikan oleh seseorang yang mengaku staf Sekretariat MKD bernama Bagaskara kepada staf saya, melalui pesan WhatsApp pada Sabtu, 28 Desember 2024 pukul 11.20 WIB,” demikian kutipan lampiran yang diunggah pada Senin, 30 Desember 2024.
Terkait hal tersebut, Rieke meminta konfirmasi MKD apakah surat yang ia terima itu benar dibuat dan dikirim oleh pimpinan MKD.
“Jika benar surat MKD Nomor: 743/PW.09/12/2024 tertanggal 27 Desember 2024 tersebut dibuat dan dikirimkan oleh pimpinan MKD DPR RI, saya mohon maaf tidak dapat memenuhi panggilan tersebut dikarenakan sedang menjalankan tugas negara, sama dengan anggota DPR RI lainnya,” tulis Rieke.
Alasan dia tidak bisa memenuhi panggilan, jika surat tersebut benar, karena saat ini anggota DPR sedang menjalani masa reses sejak 6 Desember 2024 hingga 20 Januari 2025.
Selain itu jika surat tersebut benar dikirim MKD, lanjut Rieke, dia meminta informasi hasil verifikasi atas keterangan saksi dan keterangan ahli. Informasi tersebut dia butuhkan untuk persiapan pemberian keterangan dalam sidang MKD. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan DPR RI.
Sebagai pihak yang diadukan, dalam surat yang disampaikan kepada MKD, Rieke menyebut bahwa dia membutuhkan informasi terverifikasi soal materi konten media sosial yang dimaksud pengadu tentang tuduhan yang dimaksud.
Selain itu ia juga meminta informasi terverifikasi soal kerugian materol dan/atau kerugian immateril akibat konten media sosial yang dimaksud oleh pengadu, Alfadjri Aditia Prayoga.
Komentar Rieke Diah Pitaloka Terkait Permintaan Pembatalan PPN 12 Persen
Sebelumnya, Rieke Diah Pitaloka menyampaikan interupsi saat Rapat Paripurna DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, 5 Desember 2024, untuk meminta pembatalan wacana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025.
“Saya merekomendasikan di rapat paripurna ini, mendukung Presiden RI Prabowo, pertama, menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen sesuai dengan amanat Pasal 7 ayat (3) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021,” kata dia.
Di samping itu, dia juga meminta Pemerintah menerapkan self assessment monitoring system (sistem pemantauan penilaian mandiri) dalam tata kelola perpajakan.
Rieke mengingatkan bahwa berdasarkan amanat Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), PPN dapat diubah bukan hanya paling tinggi menjadi 15 persen, melainkan bisa juga diubah paling rendah menjadi 5 persen.
Untuk itu, dia menilai keputusan naik tidaknya PPN harus mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya.
Wakil rakyat ini mengingatkan pula bahwa persoalan fiskal dan moneter dari kehidupan masyarakat sedang tidak baik-baik saja. Pasalnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan deflasi selama 5 bulan yang terjadi harus diwaspadai berdampak pada krisis ekonomi hingga kenaikan harga kebutuhan pokok.
Video interupsinya saat rapat yang menolak kebijakan kenaikan PPN 12 persen itu juga diunggah di akun media sosial Instagram pribadinya @riekediahp dengan tagar #ViralForJustice dan #TolakKenaikanPPN22% pada Kamis (5/12). Meski demikian, MKD DPR RI tidak melampirkan keterangan konten terkait penolakan PPN 12 persen mana yang dilaporkan oleh pengadu. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)