SURABAYA, Lingkar.news – Pada tahun 2022 Dinas Kesehatan Surabaya mencatat kasus HIV/AID bertambah sebanyak 355. Dengan demikian, total ada 1.026 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di metropolis yang didominasi oleh kelompok usia pekerja.
Ketua Komisi D Bidang Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya, Khusnul Khotimah menilai dengan bertambahnya kasus itu maka perlu menggencarkan sosialisasi tentang bahaya HIV/AIDS.
“Tentu kami prihatin. Jadi kami berharap, sosialisasi tentang bahaya HIV/AIDS harus terus digencarkan,” ungkapnya, pada Kamis, 15 September 2022.
Naiknya penderita HIV/AIDS ini membuat Komisi D DPRD Surabaya prihatin. Untuk itu, pihaknya mendesak agar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan sejumlah upaya pencegahan yang lebih terukur.
Selain menggencarkan sosialisasi tentang perilaku seksual berisiko, pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan, serta penyakit menular seksual, Komisi D juga meminta Dinkes Surabaya untuk lebih proaktif dalam penanganan kepada para penderita agar tak semakin menulari.
Legislator PDIP ini menyebutkan, ada sekitar Rp 3 miliar yang dialokasikan oleh dinkes dalam pos penanggulangan penyakit menular dan tidak menular. Anggaran tersebut, salah satunya digunakan untuk mensuplai antiretroviral (ARV).
ARV merupakan obat yang didistribusikan dari pusat untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak terdeteksi.
“Obat ARV ini harus rutin dikonsumsi oleh penderita. Sebab, sebagai salah satu upaya atau treatmen bagi mereka yang terjangkit HIV. Karena itu, kami minta yang saat ini sudah terjangkiti itu harus lebih berhati-hati dan disiplin dalam merawat diri,” sambungnya.
Sementara itu, Kepala Dinkes Surabaya, Nanik Sukristina tidak memungkiri adanya penambahan kasus HIV/AIDS di Surabaya. Pihaknya menuturkan bahwa penderita tersebar di seluruh Surabaya, namun paling banyak berada di Kecamatan Wonokromo.
Sedangkan kelompok usia rentan terkena HIV/AIDS bergeser dari usia pelajar dan mahasiswa pada 2021 ke kelompok usia pekerja dan karyawan di tahun ini.
“Kalau di Bandung adalah usia kuliah atau pelajar, sedangkan sekarang data di kami rentang usia 29 tahun sampai 40 tahun. Jadi para karyawan,” ucapnya.
Ia menambahkan, sebagai langkah pencegahan, Dinkes terus melakukan sosialisasi juga berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait. “Persoalan kesehatan penyelesaiannya tidak bisa kami sendiri, melainkan dengan menggandeng pihak-pihak terkait.”
“Dinkes juga perlu menjalin kerja sama yang baik dengan OPD (organisasi perangkat daerah) terkait, para perusahaan, dan masyarakat untuk menguatkan informasi ini, mengingat penderita didominasi oleh kelompok usia pekerja atau karyawan,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinkes Surabaya menyampaikan bahwa untuk pengobatan kepada yang sakit, pihaknya mendapatkan droping bantuan obat ARV dari Kemenkes RI. Kemudian didistribusikan ke 13 puskesmas dan 10 rumah sakit, baik milik pemda maupun swasta di Kota Surabaya.
“Obat ini kami didistribusikan ke puskesmas, namun tidak semua puskesmas mendapatkannya. Hanya puskesmas tertentu yang kita tunjuk untuk terapi pasien HIV/AIDS,” tutupnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)