PADANG, Lingkar.news – Penghapusan tenaga kerja honorer di instansi pemerintah akan berlaku mulai tanggal 28 November 2023. Keputusan tersebut tertuang dalam surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) No. B/185/M.SM.02.03/2022 tanggal 31 Mei 2022.
Atas Beleid tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung meminta KemenPAN-RB menyiapkan skema yang jelas guna memastikan nasib ratusan ribu tenaga honorer yang tersebar di instansi pemerintah di seluruh Indonesia.
“KemenPAN-RB harus punya rencana yang jelas untuk kelanjutan kerja tenaga honorer itu sebelum batas waktu 2023. Jika posisi tenaga honorer dihapus KemenPAN-RB, maka harus ada kepastian mereka mau diapakan. Apakah akan dijadikan outsourcing atau tenaga kontrak atau ada alternatif lain,” ujar Doli di Auditorium Pemda Sumbar, Padang, Kamis (16/6).
Meski baru diberlakukan pada November 2023, kebijakan tersebut akan menimbulkan kekhawatiran bagi para tenaga honorer dan bisa berpengaruh pula pada kinerja pemerintah daerah.
“Apalagi selama ini, pemerintah daerah sangat terbantu dengan adanya tenaga honorer. Bahkan, tak jarang di beberapa daerah yang jumlah tenaga honorernya lebih banyak dari PNS. Jika dihapus tentu berisiko terhadap kinerja pemerintah daerah,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur Riau Syamsuar menyampaikan agar para tenaga honorer tidak diberhentikan namun diprioritaskan untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau sendiri, ada sekitar 18 ribu honorer atau tenaga harian lepas (THL) yang kesemuanya harus mendapat perhatian.
“Saya sampaikan agar tenaga honor jangan sampai diberhentikan begitu saja, karena mereka rata-rata sudah lama mengabdi. Sebaiknya jadi prioritas untuk diangkat jadi CPNS atau PPPK,” tukas Syamsuar.
Sementara itu, Kepala Kantor Regional III Badan Kepegawaian Negara (BKN) Tauchid Jatmiko mengatakan penghapusan tenaga honorer bertujuan untuk membenahi sistem kepegawaian pada pemerintah.
“Kami luruskan, bahwa penghapusan tenaga honorer di lingkungan pemerintahan ini karena pemerintah pusat ingin sistem kepegawaian,” katanya di sela kegiatan Peringatan Hari Ulang Tahun ke-74 BKN yang di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada Jumat (17/6).
Menurut Tauchid, banyak tenaga honorer yang diangkat untuk diperbantukan di pemerintahan, namun sayangnya upah atau gaji yang diberikan kepada mereka banyak yang tidak layak seperti di bawah upah minimum regional (UMR).
Menurutnya, hal ini didasari keinginan untuk membenahi sistem kepegawaian pada pemerintah, karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 hanya ada dua kategori aparatur sipil negara yaitu PNS dan PPPK.
Maka dari itu, pegawai di luar kategori tadi harus dipekerjakan berdasarkan UU Ketenagakerjaan dan digaji sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR). Sehingga tenaga yang dipekerjakan tidak tergolong kepada PNS ataupun PPPK, maka yang bersangkutan harus tunduk pada UU Ketenagakerjaan karena kaitannya terhadap gaji dan hak-hak lainnya.
“Yang sekarang ingin dibenahi oleh pemerintah adalah keberadaan pegawai yang digaji tidak sesuai dengan UMR. Maka kami ingin menghilangkan itu sehingga pegawai itu harus dimasukkan dalam lingkungan UU 5/2014 tentang ASN atau UU Ketenagakerjaan sehingga gajinya bisa sesuai UMR,” imbuhnya.
Sementara, Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi menanggapi terkait isu tersebut pihaknya akan mengikuti kebijakan pemerintah pusat meskipun di saat bersamaan melalui Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) telah disampaikan beberapa rekomendasi agar didapatkan solusi yang tepat. (Lingkar Network | Lingkar.news)