BATAM, Lingkar.news – Sepanjang awal 2025, Malaysia beberapa kali mendeportasi pekerja migram Indonesia (PMI). Tercatat sudah empat kali pemulangan selama Januari hingga Februari dengan jumlah PMI yang dideportasi sebanyak 396.
Catatan Balai Pelayanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI ) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), pemulangan pertama pada Kamis, 9 Januari sebanyak 129 orang, terdiri atas 80 laki-laki dan 47 perempuan dan dua anak. Kemudian, pada Jumat, 17 Januari sebanyak 37 PMI terdiri atas 26 laki-laki dan 11 perempuan.
Kemudian pada 5 Februari ada 80 PMI. Lalu pada Kamis, 6 Februari BP3MI Kepri juga mendampingi pemulangan 150 PMI.
Kepala BP3MI Kepri, Imam Riyadi, mengatakan masih ada sekitar 7.000 PMI yang mengantre untuk dipulangkan ke Indonesia. Saat ini pihaknya masih berkoordinasi dengan pihak KJRI apakah pemulangan melalui Kepri seluruhnya atau melalui daerah lain.
“Saya kira informasi (7.000 PMI) itu betul, tapi kami konfirmasi lagi dari KJRI di sana apakah melalui Batam atau melalui Riau, atau Kalimantan Barat, atau Medan, tinggal KJRI nanti yang menyusunnya,” kata Imam di Pelabuhan Ferry Internasional Batam Center, Kota Batam, Kamis, 6 Februari 2025.
Adapun para PMI tersebut dideportasi karena berbagai alasan, terkait pelanggaran keimigrasian, masuk Malaysia secara nonprosedural, over stay, menyalahgunakan izin tinggal dan sebagainya.
“Permasalahannya kebanyakan karena over stay, banyak yang baru dua bulan, sebulan ditangkap Malaysia, termasuk adanya razia PMI yang jadi PSK di Malaysia juga terjaring razia di Malaysia,” katanya.
Menurutnya pemulangan PMI pada Kamis, 6 Februari 2025 langsung dibawa ke Shelter P4MI Kota Batam untuk didata asal daerah serta prosedur masuk ke Malaysia, juga untuk mengetahui apakah para PMI yang dideportasi tersebut ada yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Tapi, Imam mengatakan seluruh PMI yang dideportasi adalah korban, karena masuk ke Malaysia secara ilegal.
Beberapa dari PMI ini ada yang langsung dijemput oleh pihak keluarganya, ada juga yang secara mandiri pulang ke kampung halamannya, dan ada juga yang difasilitasi oleh BP3MI Kepri untuk pulang ke kampung asalnya.
Hampir 80 persen PMI yang dideportasi, difasilitasi pemulangannya ke kampung halaman oleh pemerintah melalui BP3MI.
SBMI Desak Penanganan Isu Perlindungan Pekerja Migran
Sementara itu Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendesak penanganan isu pelindungan pekerja migran Indonesia (PMI) dan pemberantasan pelaku-pelaku kejahatan yang mengincar PMI dilakukan hingga akar-akarnya.
Ketua SBMI Hariyanto Suwarno memandang belum maksimalnya pemberantasan sindikat penyelundupan pekerja migran Indonesia menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya insiden penembakan pekerja migran Indonesia oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) pada 24 Januari yang menewaskan dua WNI.
“Kalau sindikat penempatan yang bermain di bisnis kotor ini tidak diberantas sampai ke akar-akarnya, tahun depan kita akan disuguhkan dengan persoalan yang sama, bahkan barangkali tidak sampai tahun depan,” kata Hariyanto saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Menurut Hariyanto, penempatan pekerja migran Indonesia non-prosedural dan penyelundupan manusia adalah kejahatan yang sistematis, sehingga membutuhkan penanganan yang sistematis pula dari pemerintah RI.
Oknum-oknum yang terlibat dalam sindikat tersebut tersebar dari hulu hingga hilir, dari pihak yang mengantar PMI dari Malaysia ke RI maupun sebaliknya secara ilegal, pemilik kapal dan perusahaan yang membantu penyelundupan, hingga oknum yang memberi akses kepada majikan secara non-prosedural, kata dia.
Ia mencontohkan, seorang oknum yang mengantar pekerja migran Indonesia secara non-prosedural dari Malaysia ke Indonesia bahkan bisa mendapat imbalan hingga 1.600 ringgit Malaysia (Rp5,5 juta) per orang setelah melakukan aksinya.
“Bisnis gelap ini betul-betul menggiurkan dan banyak oknum yang diuntungkan dari bisnis ini,” ucap dia.
Karena itulah, pemerintah Indonesia harus meningkatkan upaya menyingkap oknum-oknum di balik penyelundupan PMI secara terbuka serta menindak para pelakunya segera. Hariyanto juga mengingatkan supaya pemerintah Malaysia melakukan hal yang sama.
Selain menegaskan pentingnya pemberantasan pelaku kejahatan yang mengincar pekerja migran Indonesia, Ketua SBMI juga mendesak hasil konkret dari penyelidikan kasus penembakan PMI oleh personel APMM di perairan Selangor, Malaysia, tersebut.
Menurut dia, penyelidikan harus dilakukan secara terbuka, termasuk untuk menjawab klaim pihak Malaysia yang menimbulkan kegaduhan bahwa para PMI yang mereka sergap membawa senjata ataupun merupakan bagian dari suatu sindikat narkoba lintas negara.
Hariyanto juga memandang supaya penyelidikan diperkuat dan ada tindakan lebih kepada personel pelaku penembakan daripada sekadar dibebastugaskan. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)