JAKARTA, Lingkar.news – Jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia saat ini banyak yang turun level menjadi kelas menengah bawah atau aspiring middle class (AMC). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi di Tanah Air sedang tidak baik-baik saja, apalagi kelas menengah merupakan bagian sumbu terbesar pertumbuhan ekonomi.
Melihat fenomena ini, Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjudin Nur Efendi, berpendapat pemerintah perlu menyelesaikan persoalan kelas menengah.
“Pasalnya, kelompok hierarki sosial ekonomi tersebut mempunyai peran besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Tadjudin, Jumat, 6 September 2024.
Dia mengatakan bentuk intervensi pemerintah paling konkret adalah memasifkan investasi di tanah air. Hal itu karena menguatnya investasi membuka peluang serapan tenaga kerja baru.
“Kalau investasi masuk itu ada peluang menciptakan lapangan kerja, maka pengangguran rendah. Namun, pengangguran sekarang memang masih tinggi, nah, ini menjadi beban kelas menengah,” ujar Tadjudin.
Pertumbuhan Ekonomi RI Sulit, 8 Juta Masyarakat Menengah Malah Turun Kelas
Selain itu Menurut Tadjudin, kondisi investasi di Indonesia saat ini belum berada dalam keadaan memuaskan baik di sektor UMKM maupun industri besar. Kondisi tersebut mendorong naiknya pengangguran dan membuat jumlah kelas menengah di dalam negeri menurun.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), lanjut Tadjudin, jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Januari-Agustus 2024 mencapai 46.240 orang. Sedangkan sepanjang 2023 pekerja yang kehilangan pekerjaannya sebanyak 57.923 orang.
“Pada Januari-Agustus 2024 jumlah PHK yang saya catat itu ada 46.240 pekerja, belum dimasukkan PHK pada tahun 2023 yang jumlahnya 57.923 orang menurut Kementerian Ketenagakerjaan. Itulah yang menyebabkan penurunan kelas menengah,” bebernya.
“Memang sebaiknya penciptaan peluang kerja. Peluang kerja itu harus ada investasi, nah investasi di Indonesia ini belakangan ini boleh dikatakan tidak begitu menggembirakan baik di sektor UMKM maupun industri besar,” ujarnya.
Adapun data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi pada semester I/2024 mencapai Rp829,9 triliun atau meningkat sebesar 22,3 persen dibanding periode yang sama 2023.
Capaian itu setara 50,3 persen dari target investasi tahun ini. Di sisi serapan tenaga sebanyak 1.225.042 orang selama semester I/2024.
PT Indofarma Milik BUMN Bangkrut, Terpaksa Jual Aset untuk Gaji Karyawan
Tak hanya investasi, Tadjudin menilai perbaikan iklim perlindungan sosial juga perlu dibenahi. Setidaknya otoritas fokus pada penguatan jaminan sosial baik di bidang ketenagakerjaan maupun kesehatan.
Langkah ini harus dilakukan pemerintah mengingat sektor jaminan sosial berkontribusi besar bagi fiskal alias pendapatan negara, yang diperoleh melalui pembayaran iuran peserta.
Di lain sisi, menurunnya kelas menengah bakal berdampak buruk bagi jaminan sosial, karena orang enggan menyetor iuran.
“Kemungkinan buruk, kemungkinan besar banyak dampaknya, kemungkinan besar orang tidak mampu membayar pajak lagi, pajak-pajak tertentu, tidak mampu membayar BPJS Ketenagakerjaan. Kan kelas menengah yang menopang selama ini soal itu, tetapi kalau itu menurun otomatis dampaknya cukup besar,” tuturnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)