JAKARTA, Lingkar.news – Anggota Komisi IV DPR RI dari Dapil Jateng 3, Firman Soebagyo, mendesak agar Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, untuk melapor ke polisi. Menurutnya, kasus pagar laut di Tangerang sudah mencemarkan Kementerian KKP dan merugikan ekonomi negara.
Pernyataan Firman Soebagyo itu diungkapkan saat rapat dengar pendapat dengan Menteri KKP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 27 Februari 2025.
Bareskrim Polri diketahui sudah menetapkan empat tersangka kasus pagar laut di lepas pantai wilayah Tangerang. Mereka adalah Arsin selaku Kades Kohod, Ujang selaku Sekdes Kohod, dan pria berinisial SP dan CE selaku penerima kuasa.
Atas keterlibatannya, keempat tersangka itu akan ditahan dan dikenakan denda sebesar Rp 48 miliar oleh pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Namun, menurut Firman, denda kepada tersangka kasus pagar laut di Tangerang tidak akan memuaskan publik.
“Penjelasan yang disampaikan Pak Menteri tadi tidak serta merta bisa memuaskan harapan publik. Bahkan ada legitimasi sanksi/denda yang disebutkan sampai Rp 48 miliar,” kata Firman.
Bahkan, anggota Fraksi Golkar itu menyebut Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadi pihak yang banyak dirugikan akibat kasus pagar laut.
Oleh karena itu, selain sanksi administratif, Firman mendesak agar Menteri KKP melapor ke kepolisian. Menurutnya, sanksi administratif hanya akan memberi lampu hijau kepada calon pelanggar lain untuk melakukan hal serupa.
“Kalau ini hanya sanksi administratif, alangkah luar biasanya jika kita memberikan lampu kuning atau lampung hijau untuk calon pelanggar baru yang akan datang. Karena memagari laut yg 30,16 (kilometer) sekian ternyata dendanya sangat ringan,” ucapnya.
Kemudian, Firman mengatakan kasus tersebut bukanlah kasus yang ringan, bahkan bisa disebut masuk ranah pidana terkait pemalsuan dokumen.
“Saya mencermati dan menyimak ini ada unsur pidananya. Di KUHP pasal 263-264 itu ada tindak pidana yang ada unsur kesengajaan. Yaitu adanya pemalsuan surat-surat dan dokumen untuk melegalkan pemagaran laut di aset negara. Ini juga jadi pintu masuk untuk ke wilayah kepolisian,” lanjutnya.
Selain itu, Firman memaparkan kekhawatirannya kalau kasus tersebut bisa menjadi celah bagi penyidik untuk membatalkan hukuman yang seharusnya berlaku dan malah menyalahkan Menteri KKP sebagai pihak yang bertanggung jawab.
Maka dari itu, Firman menegaskan dirinya tidak akan membiarkan jika sampai hal itu terjadi.
“Masih ada celah yang dilakukan penyidik daripada KKP untuk menyelidiki tentang pelanggaran itu. Kalau Pak Menteri tidak melakukan itu, sehingga terjadi legitimasi seolah-olah Pak Menteri membiarkan,” papar Firman.
“Dalam undang-undang manapun, kalau ada oknum yang melakukan pembiaran itu akan mendapatkan sanksi. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja,” sambungnya.
Selain merugikan pihak Kementerian KKP, Firman juga menyebut kasus pagar laut tentunya sangat merugikan ekonomi negara.
“Dan ini mengandung unsur merugikan ekonomi negara. Ada Undang undang nomor 7 tahun 55 tentang sanksi tentang tindak kejahatan ekonomi,” ujar Firman.
Politikus asal Pati Jawa Tengah itu lantas menyinggung soal kejelekan Menteri KKP yang akan menjadi kejelekan Komisi IV, begitu pun sebaliknya.
“Kami sebagai Komisi IV tentunya akan terus bersama-sama dengan KKP yang merupakan mitra kerja kami. Jeleknya KKP jeleknya Komisi IV. Jeleknya Komisi IV juga jadi jeleknya Menteri KKP. Oleh karena itu, ayo kita sama-sama memberikan jawaban tegas ke rakyat kalau mereka tidak berdiri sendiri,” ujar Firman.
Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, mengaku setuju dengan yang dipaparkan Firman Soebagyo.
Sakti juga mengaku bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepolisian untuk menangani masalah pagar laut di Tangerang.
“Kita sudah melakukan koordinasi, dan pemeriksaannya secara bersama sudah dilakukan. Jadi kita sudah ngajak kepolisian untuk bersama-sama menangani masalah ini,” ucapnya.
Mengenai investigasi lanjutan yang akan dilakukan pihak KKP, Wahyu mengaku menyerahkan semuanya kepada pihak yang berwajib.
“Dari kami hanya sampai sanksi administratif saja. Selanjutnya ada di tangan penegak hukum,” ucapnya. (Lingkar Network | Hikmatul Uyun – Lingkar.news)