JAKARTA, Lingkar.news – Warga Jakarta Selatan yang enggan pindah dari kawasan pemukiman kumuh disarankan melakukan bedah rumah.
“Untuk warga yang sudah memiliki tanah dan rumah, biasanya memilih opsi bedah rumah karena mereka tidak mau pindah dari lokasi tinggalnya saat ini,” kata Kepala Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PRKP) Jakarta Selatan Agus Ruhyat, Selasa, 18 Maret 2025.
Renovasi rumah merupakan kepemilikan aset privat dimana APBD tidak bisa masuk, sehingga biasanya dilakukan menggunakan dana non-APBD atau program tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility/CSR) oleh Baznas/Bazis.
Menurut Agus, ada banyak opsi untuk penanganan daerah kumuh selain pindah ke rusunawa. Terlebih, adanya keterbatasan unit pada rusunawa tersebut.
Sejumlah opsi itu mulai dari bedah rumah, hingga pembangunan rumah tinggal dengan pola konsolidasi tanah vertikal (KTV) yang dibiayai CSR pihak swasta.
Kini, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta melakukan pembangunan rumah susun melalui program konsolidasi tanah vertikal (KTV) yang berada di area kumuh dan tak layak huni di Jakarta.
KTV merupakan program penataan kembali tanah-tanah yang terpisah secara kepemilikan dan penggunaan guna meningkatkan kualitas lingkungan, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Tentunya sejumlah imbauan ini perlu proses panjang dan bertahap agar bisa meyakinkan masyarakat.
“Perlu kesediaan warga juga untuk lingkungan dan rumah tinggalnya ditata dan diperbaiki oleh pemerintah dengan pola-pola penataan tersebut,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), masih ada 450 RW kumuh di 2023.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI berhasil mengurangi 220 RW kumuh di tahun 2023 melalui program rencana aksi komunitas (Community Action Plan/CAP) dan program mengimplementasikan kebersamaan masyarakat dalam menata lingkungan (Collaborative Implementation Program/CIP). (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)