Jakarta, Lingkar.news – Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Muhammad Mufti Mubarok mengingatkan kepada masyarakat akan risiko kanker yang disebabkan konsumsi air mineral dalam kemasan (AMDK) dengan kadar bromat tinggi.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (20/8), Mufti mengungkapkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menetapkan kalau batas aman kandungan bromat yang diperbolehkan adalah 10 mikrogram per liter atau 10 part per billion.
Namun demikian, dia menambahkan, hasil riset sebuah media mendapati masih ada kandungan bromat dalam AMDK yang melebihi ambang batas aman.
Dia menjelaskan, data yang didapat dari hasil uji laboratorium pada awal Maret 2024 lalu itu mengungkapkan bahwa dari 11 merek AMDK yang dijual di pasar, ditemukan rentang kandungan bromat paling rendah berada di angka 3,4 ppb dan paling tinggi 48 ppb.
Bahayanya, kata Mufti, terdapat tiga sampel AMDK dengan kandungan bromat yang telah melebihi ambang batas yaitu 19 ppb, 29 ppb, dan 48 ppb.
Peneliti Pusat Riset Sumber Daya Geologi BRIN, Rizka Maria menjelaskan bahwa bromat adalah senyawa kimia yang bersifat karsinogen, artinya dapat memicu pertumbuhan sel kanker.
Dia menuturkan, paparan bromat dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko berbagai jenis kanker, terutama kanker kandung kemih.
Selain bersifat karsinogen, bromat juga dapat merusak organ-organ tubuh lainnya seperti ginjal dan hati. Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara paparan bromat dengan peningkatan risiko penyakit.
Dalam pernyataan yang sama, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa kandungan bromat dalam AMDK tidak boleh melebihi ambang batas aman. Pasalnya, untuk menghilangkan kandungan bromat dalam AMDK secara menyeluruh dinilai sulit.
“Bromat memang tidak boleh ada dalam AMDK, kandungannya dalam batas maksimal ada pasti. Kita menghilangkan sama sekali susah, tapi ada batas maksimal berapa yang boleh ditoleransi,” kata Plt Kepala BPOM periode November 2023-Agustus 2024 Rizka Andalusia.
Dosen Administrasi Publik Universitas Katolik Parahyangan Trisno Sakti Herwanto menilai bromat merupakan isu yang relatif baru sehingga belum memiliki regulasi kuat. Trisno menilai, diperlukan jalan panjang untuk membuat regulasi ketat terkait bromat.
“Sebagai sebuah kebijakan, kebijakan pengelolaan dan standarisasi AMDK tentu tidak berjalan dalam ruang hampa. Tentu terdapat tarik ulur kepentingan dalam penetapan dan pelaksanaannya, apapun bentuk kepentingan tersebut,” katanya.
Dia merujuk pada pasal 8 ayat 1 huruf a Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyebutkan bahwa pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan barang dan atau jasa harus sesuai dengan standar.
Sehingga apabila bromat berbahaya bagi tubuh, dia menambahkan, maka seharusnya kandungan senyawa tersebut harus sesuai dengan batas aman di dalam setiap produk yang dijual ke konsumen.
Trisno berpendapat pemerintah seharusnya memiliki langkah preventif yang dibarengi dengan edukasi bagi publik sebagai konsumen, guna mewujudkan lingkungan industri AMDK yang sehat. (rara-lingkar.news)