SOLO, Lingkar.news – Lagu Bengawan Solo karya musisi Gesang agaknya benar-benar menggambarkan kondisi sungai besar kebanggaan warga Surakarta dan sekitarnya itu. Bengawan Solo sejak dulu hingga kini selalu menyita perhatian banyak orang.
Dulu, Bengawan Solo menjadi perhatian karena merupakan salah satu akses utama transportasi yang menghubungkan Jawa Tengah dengan Jawa Timur. Sungai tersebut menjadi perhatian karena sering meluap, sehingga berdampak pada tergenangnya ribuan rumah di sekitar bengawan.
Pakar Lingkungan dari UNS Surakarta Prabang Setyono menyatakan, sedimentasi di Bengawan Solo sudah dalam klasifikasi sangat berat sehingga kapasitas air menjadi lebih sedikit. Dengan demikian, ketika digelontor air dari hulu maka berdampak pada meluapnya sungai.
Kondisi ini diperparah oleh fakta bahwa Solo merupakan daerah cekungan. Dengan sedimentasi yang berat sekaligus tingginya debit air maka air dari Bengawan Solo akan meluap ke darat dan terjebak di sana.
Atasi Banjir di Solo, Gibran akan Tertibkan Kawasan Bantaran Sungai Bengawan Solo
Mengenai sedimentasi sungai, sebetulnya tidak hanya terjadi di Bengawan Solo tetapi juga di anak sungai, salah satunya Kali Langsur yang ada di Kabupaten Sukoharjo.
Jika Kali Langsur dalam waktu dekat akan dilakukan pengerukan, nasib lain dialami oleh Bengawan Solo yang belum pasti kapan akan dikeruk.
“Itu proyek raksasa, biayanya mahal tapi harusnya secara signifikan wadah jadi lebih besar, daya tampung besar,” ujarnya.
Oleh karena itu, sebagai solusi untuk meminimalisasi tingginya debit air di Bengawan Solo ketika hujan, perlu adanya peran serta masyarakat. Pemanenan air hujan menjadi salah satu solusi konkrit yang perlu dilakukan.
Untuk memanen air hujan ini setiap rumah perlu dipasang instalasi air. Jika perlu, pemasangan instalasi air ini menjadi salah satu syarat dalam izin mendirikan bangunan. Jadi, air hujan yang jatuh ke rumah-rumah selesai di situ. Tidak ada yang dialirkan ke lingkungan.
Jika berbagai solusi tersebut tidak segera dilakukan maka bukan tidak mungkin banjir akan kembali terjadi di Kota Solo.
“Saat ini daya dukung lingkungan sudah terlampaui, termasuk resapan dan sedimentasi sehingga nilai keterulangan kejadian ini akan terjadi lagi,” katanya. (Lingkar Network | Koran Lingkar)