DEMAK, Lingkar.news – Di Dukuh Girikusumo, Desa Banyumeneng, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak memiliki tradisi Grebeg Suro yang masih dilestarikan masyarakat hingga sekarang.
Tradisi Grebeg Suro biasanya diselenggarakan Yayasan Kyai Ageng Giri Pondok Pesantren Giri Kusumo. Acara tersebut digelar setahun sekali menyambut tahun baru hijriah.
Setiap pelaksanaan grebeg suro selalu ramai pengunjung baik masyarakat lokal maupun warga luar daerah. Masyarakat yang hadir menyaksikan prosesi tradisi tersebut hingga rela berebut gunungan hasil pertanian dan minum air yang sudah didoakan. Konon, air tersebut dipercaya masyarakat membawa keberkahan.
Prosesi grebeg suro diisi dengan beragam kegiatan, mulai dari kirab pusaka Girikusumo yang diikuti sesepuh Kasepuhan Girikusumo, abdi dalem Kasepuhan Girikusumo, dewan adat Girikusumo, pasukan songo penerima amanah kirab pusaka Girikusumo, pasukan patang puluh pembawa kendi berkah banyu Girikusumo. Kemudian iringan gunungan papat dan tumpeng berkah kemakmuran, Angkatan Muda Girikusumo (AMGI), perangkat desa Banyumeneng, Nahdlatul Ulama beserta banom-banomnya.
Mengenal Ruwatan, Tradisi Akulturasi Islam dan Budaya Ajaran Sunan Kalijaga
Dalam iring-iringan juga ada empat kotak kayu yang dibawa oleh ahli waris. Kotak kayu tersebut berisi empat jubah agung dari pengasuh terdahulu yakni, KH. Muhammad Hadi Bin KH. Muhammad Tohir, KH. Muhammad Zahid Bin KH. Muhammad Hadi, KH. Zaenuri Bin KH. Muhammad Hadi dan KH. Muhammad Zuhri Bin KH. Muhammad Zahid.
Sementara, pasukan patang puluh pembawa kendi berkah banyu Girikusumo membawa air berkah yang sudah didoakan juga turut mengiringi rombongan pembawa pusaka.
Putra Pengasuh Ponpes Girikusumo, Hanif Maimun, menerangkan bahwa Grebeg Suro merupakan pelestarian tradisi turun temurun dengan harapan masyarakat setempat mendapat keberkahan dalam satu tahun ke depan.
“Bentuknya yang pertama memberikan sodakohan kepada masyarakat yaitu berupa gunungan yang berisi hasil palawija sama sayur mayur, dan ini sebagai bentuk doa dan harapan agar selama satu tahun ke depan nanti semua masyarakat yang ada di Girikusumo dan sekitarnya dapat mendapatkan keberkahan,” kata pria yang akrab disapa Gus Hanif itu.
Kaya Budaya, Seniman Ini Gunakan Potensi Demak Jadi Referensi Motif Batik
Gus Hanif menjelaskan bahwa iring-iringan kendi patangpuluhan dan gunungan memiliki makna tersendiri.
“Gunungan, kemudian tumpeng, dan juga tirto atau air ini nanti bisa menjadi perantara atau sebab keberkahan bagi semua masyarakat,” tuturnya.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa air yang dimasukkan dalam kendi merupakan air mujahadah yang sudah dibacakan doa pada hari sebelumnya. Tumpeng dan air kendi yang sudag dikirab biasanya menjadi rebutan warga.
“Air yang kita arak merupakan air yang sudah kita mujahadhi (doa) di satu hari sebelumya, kemudian air tersebut dimasukkan ke dalam kendi kemudian diarak bebarengan dengan pusaka yang ada di pesantren,” tutupnya. (Lingkar Network)