SEMARANG, Lingkar.news – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) menyelenggarakan Sekolah Antikorupsi bagi 7.810 kepala desa (kades) di Gor Jatidiri, Kota Semarang, pada Selasa, 29 April 2025.
Sekolah Antikorupsi tersebut merupakan inisiasi dari Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen.
Dalam acara tersebut, Pemprov Jateng menghadirkan empat narasumber dari berbagai institusi meliputi KPK RI, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng, Polda Jateng, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jateng.
Wakil Ketua KPK RI, Fitroh Rohcahyanto, selaku keynote speaker dalam Sekolah Antikorupsi memberikan materi kepada kepala desa terkait pencegahan tindak pidana korupsi.
“Mengajak kepala desa untuk sadar tidak melakukan korupsi, sehingga penting membangun kesadaran tersebut,” katanya.
Ia juga menyinggung terkait tingkat kerawanan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum kepala desa di Jawa Tengah, utamanya terkait penggunaan dana desa (DD).
“Jawa Tengah kalau dari kasus-kasusnya kan cukup besar yang menyangkut kepala desa, dan dana yang besar itu bisa dimanfaatkan, mudah-mudahan acara ini dapat mengurangi korupsi,” jelasnya.
Sementara itu, Plh. Direktur Peran Serta Masyarakat KPK RI, Rino Haruno, menyatakan bahwa ada beberapa pilar yang harus dipenuhi untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
“Paling utama adalah pengembangan manusianya. Kemudian integritas, kalau kita tidak bisa menjaga integritas itu, kita sulit mencapai Indonesia Emas. Nah bagaimana kita menjaga integritas, yaitu dengan iman, selain itu komitmen dan konsistensi, sehingga kita dapat waspada,” jelasnya.
Menurutnya, hampir semua orang berpotensi menjadi pelaku korupsi, sehingga perlu waspada dan selalu teguh memegang prinsip.
“Karena korupsi ini adalah fenomena gunung es, yaitu yang sudah ketahuan itu sedikit misal total kades di Indonesia itu 75.000, yang korupsi 1.500-an kasus, kelihatannya sedikit yang ketahuan, dan es yang di bawah atau yang belum ketahuan itu lebih besar,” tuturnya.
Sedangkan, Jaksa Fungsional Kejati Jateng, Sugeng, berharap agar setelah dilakukan Sekolah Antikorupsi, para kepala desa dapat bersih dari tindakan yang mengarah pada korupsi.
“Dengan judul Sekolah Antikorupsi, jadi harusnya sesudah dari sini harus tidak ada korupsi kan begitu,” jelasnya.
Namun, ia meminta kepala desa tak perlu khawatir atau akut. Pasalnya, pemerintah saat ini mengambil langkah pendampingan agar kepala desa tidak mudah terjerumus ke dalam kasus korupsi.
Ia juga mengungkapkan bahwa pada 2023 lalu, tiga institusi yaitu Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Kementerian Dalam Negeri sudah menandatangani kesepakatan agar persoalan kasus korupsi di tingkat desa ditangani Inspektorat.
“Kalau ada laporan masyarakat langsung ke Inspektorat tidak ke APH (aparat penegak hukum), nanti diberi waktu mengembalikan 2 bulan 60 hari. Jadi Jaksa Agung juga menyatakan bahwa jika ada aparat kejaksaan yang masih main-main ganggu dana desa, itu langsung bisa dilaporkan ke Kejagung,” ujarnya.
Sementara itu, Diskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Arif Budiman, menyatakan bahwa sejak awal kepala desa harus memiliki niat yang baik, utamanya dalam melayani masyarakat.
“Jadi utamanya bapak/ibu kalau njenengan tidak ada niat jahat tidak akan menjalani penyidikan tindak pidana korupsi. Kemudian harus mengetahui, di mana ruang-ruang yang rawan mal administrasi dan ruang untuk korupsi,” tandasnya.
Di sisi lain, Kepala BPKPK Perwakilan Jateng, Tri Handoyo, menjelaskan bahwa pihaknya bertugas untuk mengawasi penggunaan dana desa.
“Tugasnya pengawasan, karena dalam nomenklatur pengawasan itu ada kewajiban bagi seluruh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), jadi tidak hanya pemeriksaan saja, dan Inspektorat ini memang menjadi benteng sebelum kepala desa itu diperiksa oleh APH entah kejaksaan atau kepolisian,” katanya. (Lingkar Network | Syahril Muadz – Lingkar.news)