• Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber
Jumat, Mei 30, 2025
Lingkar.news
No Result
View All Result
  • Home
  • KORAN LINGKAR
  • LINGKARTV
  • Regional
    • Jateng
    • Jatim
    • Jabar
    • Jogja
    • Papua
    • Banten
  • Politik
  • Artikel
  • Resep
  • Tentang Kami
Lingkar.news
  • Home
  • KORAN LINGKAR
  • LINGKARTV
  • Regional
    • Jateng
    • Jatim
    • Jabar
    • Jogja
    • Papua
    • Banten
  • Politik
  • Artikel
  • Resep
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
Lingkar.news
Home Artikel

Sawah di Jepang, Korea dan India Makin Luas, Bagaimana Dengan Indonesia?

Redaksi by Redaksi
28-Jan-2024 12:18
in Artikel, Bisnis
Sawah di Jepang, Korea dan India Makin Luas, Bagaimana Dengan Indonesia?

Seorang petani mengumpulkan bibit padi pada lahan sawah yang terkena banjir di Cawas, Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (20/1/2024). Banjir tersebut mengganggu jadwal tanam padi pertama 2024. ANTARA

908
VIEWS
WhatsappFacebookTwitter

Jakarta, Lingkar.news – Di Hokkaido, Jepang, indeks luas sawah petani tercatat semakin besar dari tahun ke tahun, begitu juga di Korea Selatan. Hal itu terjadi karena kebijakan pada industri agro ruas hilir berjalan sebagaimana mestinya.

Tujuannya tidak lain agar petani pangan bisa sejahtera, lalu tetap betah bertani memproduksi pangan untuk bangsanya. Mereka menyadari dengan sangat bahwa syarat mutlak agar petani sejahtera, maka harus punya lahan yang luas.

Dua negara itu bisa menjadi teladan yang baik bagi Indonesia agar indeks kepemilikan sawah tidak terus menurun seiring alih fungsi lahan karena laju pertumbuhan penduduk.

BERITATERKAIT

Proyek Food Estate, Prabowo Bentuk Kemenko dan Utusan Khusus Bidang Pangan

Proyek Food Estate, Prabowo Bentuk Kemenko dan Utusan Khusus Bidang Pangan

23 Oktober 2024
Kementerian Pertanian akan Galakkan Smart Farming 4.0, Apa Itu?

Kementerian Pertanian akan Galakkan Smart Farming 4.0, Apa Itu?

4 September 2024

Tercatat indeks kepemilikan sawah di Indonesia ada kecenderungan menurun signifikan dari yang semula 3 ha/KK, sekarang tinggal 0,25 ha/KK. Itu pun jumlahnya semakin banyak.

Sensus Pertanian 2013 mencatat ada 14,3 juta KK, tahun 2023 ada 16,68 juta KK. Hal itu, salah satunya terjadi karena proses industri manufaktur belum berjalan dengan optimal. Sementara alih fungsi lahan terus berjalan.

Padahal pada prinsipnya secanggih apapun teknologinya jika luas sawah hanya 0,3 ha, maka akan sulit untuk mengalahkan produktivitas dari luas 30 ha/KK, apalagi jika sama-sama menanam padi, jagung dan kedelai, maupun palawija.

Penting dicatat, jika hanya 0,25 ha/KK untuk menanam padi, jagung, dan kedelai, maka mustahil laba yang didapat bisa di atas Rp1,5 juta/bulan/KK. Ini ekonometrikanya.

Artinya sangat sulit untuk membuktikan kalau ada yang menjanjikan petani akan makmur sejahtera dengan lahan 0,25 ha/KK, meskipun ada kepastian pasar atau off taker sejenis contract farming atau mekanisasi.

Karena lazimnya dan praktiknya di lapangan lahan seluas 0,25 ha hanya akan menghasilkan padi 1,5 ton GKP setara Rp75 juta, jagung 1,5 ton setara Rp10 juta, dan 0,4 ton kedelai setara Rp36 juta. Total omzet Rp20 juta dengan laba sekitar Rp 7 juta/tahun.

Maka kemudian solusinya harus ada upaya penambahan luas sawah di Indonesia yang saat ini hanya 7,1 juta hektare (sebagaimana data BPS).

Di India saja, saat ini luasan sawahnya mencapai 56,7 juta hektare, itulah sebab India bisa mengekspor beras secara rutin. Rasionya 500 meter sawah per kapita penduduk, berarti Indonesia idealnya 14 juta hektare, masih kekurangan setidaknya 7 juta hektare lagi.

Ini agar petani di Indonesia bisa menanam kedelai 1,5 juta hektare, jagung 0,9 juta hektare, tebu 0,8 juta hektare, sehingga impor bisa ditekan, bahkan dihentikan.

Daftar Isi :

  • Diperlukan Inovasi agro
  • Mencetak lahan sawah baru adalah sebuah keniscayan

Diperlukan Inovasi agro

Contoh konkret implikasi industri inovasi agro ditunjukkan pada 2012, di Malaysia ketika itu banyak perusahaan refinery CPO bangkrut massal.

Tangki CPO raksasa banyak yang mangkrak. Karena sebelum tahun 2012 Malaysia impor CPO dari Indonesia jutaan ton per tahun.

Kebangkrutan massal di Malaysia diperkirakan merupakan akibat langsung dari industri hilir agro inovasi tahun 2012 di Indonesia yang menjamur di mana-mana. Ketika itu Indonesia hampir menghentikan total ekspor CPO ke Malaysia.

Implikasinya, Malaysia mengalami kemunduran ekonomi, ditunjukkan dengan terjadinya PHK besar-besaran, utamanya menimpa para TKI yang bekerja di negara itu. Kondisi diperburuk dengan penerimaan pajak yang berkurang drastis.

Sebaliknya di Indonesia ada nilai tambah besar-besaran terjadi, APBN naik tajam dari pajak industri refinery, perekrutan tenaga kerja di atas 1,3 juta orang yang semula pengangguran.

Tidak terbayang jika 1,3 juta orang tersebut menjadi petani semua dengan cara berebutan sawah yang ada. Pasti akan makin sempit indeks sawah petani.

Ilmu hikmahnya, industri agro hilir inovatif bisa berjalan, karena ada yang mau berinvestasi. Ada pengusaha pemilik modal yang tertarik investasi pada refinery.

Mereka tertarik karena mendapat kemudahan khusus jaminan percepatan izin tuntas, ada dukungan jalan dan PLN, ada insentif tanpa pajak pada tahun pertama dan pungutan ekspor oleokimia diminimalkan, dibanding ekspor CPO minyak mentah.

Implikasi lainnya, banyak pengangguran terserap pada produk turunan berikutnya. Warga yang dulunya numpang hidup kepada yang tidak menganggur, berubah menjadi mandiri karena punya pendapatan dari gajinya.

Dari miskin menjadi sejahtera di negeri sendiri, tidak perlu menjadi TKI di Malaysia kalau hanya sama-sama bekerja di industri refinery. Perdesaan tidak menjadi lumbung kemiskinan hingga 51 persen dari total kemiskinan.

Tentu masih sangat banyak contoh industri hilir agro inovatif di Indonesia, walaupun masih sangat jauh dari harapan.

Misal untuk komoditas porang, serapan tenaga kerja anak petani juga bisa dalam jumlah besar untuk bekerja di industrinya.

Gandum juga sama dalam pengolahan menjadi mi instan yang sebagian diekspor lagi, walaupun bahan bakunya impor.

Ekstrak buah segar juga menyerap banyak anak-anak petani untuk bisa bekerja di industri. Total jumlahnya bisa jutaan orang.

Mencetak lahan sawah baru adalah sebuah keniscayan

Bangsa ini tidak boleh mengingkari ajaran ilmu pengetahuan. Bahwa indeks kepemilikan lahan pangan kalau mau mandiri harus 500 meter/kapita, atau idealnya 14 juta hektare, sehingga tercatat masih perlu ada penambahan, setidaknya 7 juta hektare lagi.

Pemerintah harus menginisiasi upaya mencetak sawah atau mewujudkan food estate. Semua harus menyadari berdasarkan data empirik (ekonometrika) lahan seluas 0,25 ha/KK mustahil bisa menyejahterakan petani jika menanam padi, jagung, dan kedelai.

Sangat wajar Kemenko PMK melaporkan 49,8 persen dari total petani miskin menjadi rentan miskin. Wajar juga kalau akhirnya Indonesia kehilangan petani selama 10 tahun ini, lebih dari 3 juta KK (Sensus Pertanian 2023).

Wajar orang tua petani yang mau mewariskan profesi petani hanya 27 persen karena tidak mau melihat anak cucunya miskin, sebagaimana riset Prof. Farida dari IPB. Wajar pula kalau jadinya produksi pangan kurang, lalu mengimpor hingga Rp330 triliun/tahun.

Solusinya, Indonesia harus mencetak sawah atau mewujudkan food estate untuk petani agar goal rasional perluasan lahan pangan dari saat ini yang hanya 7,1 juta hektare menjadi 14 juta hektare dan indeks sawah petani bisa minimal 3 hektare/KK.

Caranya dengan melibatkan pengembang cetak sawah berpengalaman di lapangan, cara ini cenderung lebih hemat dari sisi APBN.

Bukan mereka yang hanya bersumber dari literatur dan teori saja, tapi tanpa pernah praktik. Lalu pengembang mengkreditkan bunga lunak ke petani yang diangsur dari hasil panennya, seperti plasma sawit atau KPR rumah.

Kemudian, harus ada upaya yang serius dalam memperbaiki iklim usaha industri agro inovatif di ruas hilir.

Tentu agar mampu menyerap hasil produksi tani, sehingga mendapat kepastian pasar. Selain itu juga agar bisa menyerap anak petani untuk produktif dari sisi pendapatan tanpa harus berbagi warisan sawah yang makin sempit.

Pada akhirnya ada serapan hasil penelitian yang selama ini belum diimplementasikan, sehingga riset semakin membumi dan bermanfaat bagi masyarakat. (Rara – Lingkar.news)

*) Wayan Supadno adalah praktisi pertanian

Tags: Food EstateIndiaKaisar JepangKorea SelatanPertanianSawah
SendShareTweet

Berita Terkait

Kemenperin Setir IKM Naik Kelas Bawa Wastra Indonesia Mendunia
Bisnis

Kemenperin Setir IKM Naik Kelas Bawa Wastra Indonesia Mendunia

by Ulfa Puspa
29 Mei 2025

JAKARTA, Lingkar.news - Kementerian Perindustrian mengungkap industri wastra atau kain tradisional di Indonesia berpotensi terus tumbuh dan kian dilirik konsumen...

Read moreDetails
Fenomena Sound Horeg dan Potensinya sebagai Kekayaan Intelektual

Fenomena Sound Horeg dan Potensinya sebagai Kekayaan Intelektual

29 Mei 2025
Perusahaan Pemian Utama Wood Chips akan Berdiri di Blora

Perusahaan Pemian Utama Wood Chips akan Berdiri di Blora

28 Mei 2025
Bahlil Dukung RI Impor Minyak dari AS, Apa Pertimbangannya?

Bahlil Dukung RI Impor Minyak dari AS, Apa Pertimbangannya?

23 Mei 2025
225 Situs Web Entitas PBK Ilegal Diblokir

225 Situs Web Entitas PBK Ilegal Diblokir

23 Mei 2025

EPAPER KORAN LINGKAR 2025-05-30

thumbnail koran

Featured Post

50 Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 Bakal Jalani Retret di IPDN
Nasional

50 Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 Bakal Jalani Retret di IPDN

by Ulfa Puspa
30 Mei 2025

PADANG, Lingkar.news – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto ​​​​​​mengatakan bahwa sekitar 50 kepala daerah...

Indonesia-Prancis Teken 21 Kerja Sama Strategis Lintas Sektor

Indonesia-Prancis Teken 21 Kerja Sama Strategis Lintas Sektor

28 Mei 2025
DKK Kudus Komitmen Wujudkan Lingkungan Inklusif dan Ramah Lansia

DKK Kudus Komitmen Wujudkan Lingkungan Inklusif dan Ramah Lansia

28 Mei 2025
DPR: Uji Klinis Vaksin TBC Perlu Libatkan Ahli hingga BPOM

DPR: Uji Klinis Vaksin TBC Perlu Libatkan Ahli hingga BPOM

28 Mei 2025
Pramono Anung Siapkan Program Jakarta Funding Rp 3 Triliun

Pramono Anung Siapkan Program Jakarta Funding Rp 3 Triliun

27 Mei 2025

Trending Post

  • Resep Garang Asem Ayam Tanpa Daun dan Belimbing Wuluh

    Resep Garang Asem Ayam Tanpa Daun dan Belimbing Wuluh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Cara Nonton Video Viral Lewat Yandex Browser Jepang atau Yandex Ru

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • dr. Atik Kusdarwati Sudewo Terpilih Aklamasi Pimpin PMI Pati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Resep Garang Asem Ayam Tanpa Santan, Makanan Tradisional Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Resep ayam kecap pedas manis sederhana ala rumahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Post Terbaru

Usulan Batas Usia Pensiun ASN 70 Tahun, BKPP Semarang Masih Ikuti UU
Jateng

Usulan Batas Usia Pensiun ASN 70 Tahun, BKPP Semarang Masih Ikuti UU

by Ulfa Puspa
30 Mei 2025

SEMARANG, Lingkar.news – Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Semarang menanggapi usulan penambahan batas usia ASN menjadi 70 tahun....

Puncak 100 Hari Kerja Pramono-Rano: Semua Tercapai, Kecuali Program Ini

Puncak 100 Hari Kerja Pramono-Rano: Semua Tercapai, Kecuali Program Ini

30 Mei 2025
dr. Atik Kusdarwati Sudewo Terpilih Aklamasi Pimpin PMI Pati

dr. Atik Kusdarwati Sudewo Terpilih Aklamasi Pimpin PMI Pati

29 Mei 2025
Ganjil Genap Jakarta Ditiadakan Sampai 30 Mei 2025

Ganjil Genap Jakarta Ditiadakan Sampai 30 Mei 2025

29 Mei 2025
Facebook Instagram Youtube RSS
Lingkar.news

Lingkar News adalah web resmi dari Lingkar Media Group Network Meliputi Lingkar TV Lingkar Jateng, Lingkar Jatim, Lingkar Jogja dan Lingkar Jabar

Media Network Kami :

  • Jateng
  • Jabar
  • Jatim
  • Jogja
  • Papua
  • Banten
  • Tentang Kami
  • Info Iklan
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak Developer

© 2022 Lingkar News Mendalam dan Terpercaya

No Result
View All Result
  • Home
  • KORAN LINGKAR
  • LINGKARTV
  • Regional
    • Jateng
    • Jatim
    • Jabar
    • Jogja
    • Papua
    • Banten
  • Politik
  • Artikel
  • Resep
  • Tentang Kami

© 2022 Lingkar News Mendalam dan Terpercaya