Lingkar.news – Wortel terkenal kaya akan sumber vitamin A, sehingga dipercaya bagus untuk mendukung kesehatan mata. Bahkan sebagain masyarakat percaya bahwa rutin mengonsumsi jus wortel bisa menghilangkan gangguan mata minus.
Miopi atau mata minus merupakan salah satu gangguan mata yang sering terjadi dan menyebabkan seseorang kesulitan melihat benda jarak jauh secara jelas. Orang dengan kondisi ini seringkali menyipitkan mata apabila melihat objek jarak jauh.
Dalam dunia kesehatan, kandungan vitamin A, lutein, antioksidan, dan zeaxanthin dalam wortel memang baik untuk menjaga kesehatan mata. Namun, mitos wortel dapat menghilangkan minus pada mata tak dibenarkan.
Dokter spesialis mata, Zoraya A Feranthy membantah kebenaran informasi tersebut. Menurutnya, jika sudah terbentuk panjang bola matanya, maka mata minus cenderung bertambah ketimbang bukan berkurang.
Memang ada penelitian yang menyatakan bahwa ada pengurangan minus jika rutin mengonsumsi wortel, namun hasilnya tidak signifikan. Seseorang yang memiliki riwayat kondisi miopi atau rabun jauh disarankan untuk melakukan terapi kontrol.
Orang yang mengalami mata minus juga disarankan untuk membiasakan diri melakukan banyak aktivitas di luar ruangan. Sebab, menurut studi, beraktivitas di kuar ruangan dapat memperlambat perkembangan miopi.
Selain faktor genetik, faktor lingkungan juga menjadi penyebab yang mendominasi terjadinya mata minus termasuk pada anak. Di antaranya membaca terlalu dekat, melihat layar gawai terlalu lama dan kurang beraktivitas di luar ruangan.
Bagi pekerja yang lebih sering menggunakan laptop dan gawai, sebaiknya juga mengurangi melihat layar laptop atau ponsel ketika sudah tidak bekerja. Pasalnya, melihat layar ponsel maupun monitor terlalu lama bisa membuat otot-otot mata menjadi tegang. Kebiasaan menggunakan ponsel menjelang tidur juga perlu dikurangi untuk mencegah kerusakan pada retina.
Menurut Zoraya, saat ini ada beragam terapi miopi seperti lensa yang dapat menghambat laju minus, obat tetes, kacamata dan lensa kontak khusus.
“Harapannya dengan intervensi, kita bisa menahan laju. Misalnya kecepatannya 1 mm per tahun kita bisa tahan dengan terapi sekitar 50-60 persen. Itu saja sudah bagus,” kata dia. (Lingkar Network | Lingkar.news)