Jakarta, Lingkar.news – Kasus penyakit septicaemia epizootica (SE) atau yang dikenal sebagai penyakit sapi ngorok mendapat perhatian serius dari Kementerian Pertanian (Kementan) dengan mengintensifkan langkah pengendalian dan pencegahan.
Agung Suganda, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan mengungkapkan bahwa langkah pencegahan dan pengendalian terus dilakukan oleh pemerintah, dengan vaksinasi sebagai salah satu langkah paling efektif.
“Penyakit ini menular melalui pakan, minuman, dan peralatan yang tercemar, namun dengan tindakan yang tepat, penyebarannya dapat diminimalisir,” kata Agung dalam keterangan di Jakarta, Jumat (25/10).
Ia mengatakan bahwa wabah itu telah terdeteksi di Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kaur. Setelah Balai Veteriner Lampung Kementan mengonfirmasi hasil positif SE dari sampel yang dikirim Dinas Pertanian Bengkulu Selatan pada 24 September 2024.
Agung menyebutkan bahwa melalui Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (i-SIKHNAS), per 22 Oktober 2024, telah dilaporkan 845 ekor ternak yang terjangkit SE, dengan 189 ekor di antaranya dilaporkan mati.
“Adapun populasi ternak yang berpotensi terancam mencapai 32.955 ekor,” ujarnya.
Ia menerangkan, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella Multocida ini menyerang saluran pernapasan ternak dan dapat menyebabkan tingkat kesakitan serta kematian yang cukup tinggi.
Ia menjelaskan bahwa Kementerian Pertanian telah mengirimkan bantuan berupa 3.000 dosis vaksin SE, serta obat-obatan, vitamin, dan disinfektan pada 9 Oktober 2024.
Agung menegaskan, langkah itu dilakukan sebagai upaya proaktif untuk membantu pemerintah daerah mengendalikan penyebaran penyakit.
“Kami telah mengirimkan semua kebutuhan vaksin, disinfektan, dan obat-obatan yang diperlukan. Selain itu, tim investigasi juga telah kami turunkan untuk mendukung upaya penyidikan langsung di lapangan,” jelas Agung.
Lebih lanjut, Agung menekankan pentingnya pengawasan lalu lintas hewan serta produk hewan di tingkat daerah, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian. Hal ini, menurutnya, menjadi langkah krusial dalam mencegah potensi penyebaran penyakit lebih lanjut.
“Pencegahan selalu lebih efektif dan efisien daripada penanganan setelah wabah terjadi. Dengan pengawasan yang ketat, kita dapat meminimalisir risiko,” tambahnya.
Dia juga mengapresiasi Pemerintah Provinsi Bengkulu yang juga bergerak cepat dengan mengimbau para peternak untuk menjaga biosekuriti, termasuk mengandangkan ternak, memisahkan ternak yang sakit, dan menjaga kebersihan lingkungan peternakan melalui pembersihan serta desinfeksi kandang secara berkala.
Menurutnya, dengan langkah kolaborasi itu, diharapkan wabah SE dapat segera terkendali, dan sektor peternakan di Provinsi Bengkulu dapat kembali berjalan normal.
“Keberhasilan penanganan ini juga diharapkan mampu mendukung kesejahteraan peternak dan menjaga stabilitas populasi ternak di daerah tersebut,” kata Agung. (rara-lingkar.news)