JAKARTA, Lingkar.news – Tiga tahun adalah waktu yang cukup untuk mensosialisasikan KUHP baru kepada masyarakat luas, sebelum Undang-Undang ini berlaku pada tahun 2025.
Sebelum pada hari-H sidang maupun setelah Rapat Paripurna DPR RI, pada Selasa, 6 Desember 2022 lalu, dengan agenda persetujuan bersama antara DPR RI dan Pemerintah mengenai pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi undang-undang, mengundang respons tidak saja dari dalam, tetapi juga dari sejumlah negara.
Misalnya, pernyataan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Kim yang mengatakan bahwa, RUU KUHP yang mengatur soal ranah privat bisa memicu investor lari.
Pendapat Dubes AS ini pun langsung direspons Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Dhahana Putra di Jakarta, baru-baru ini.
Dhahana Putra menegaskan, tidak benar jika dikatakan bahwa pasal-pasal dalam RUU KUHP terkait dengan ranah privat atau moralitas berpotensi membuat investor dan wisatawan asing lari dari Indonesia.
Wujud perlindungan dari ruang privat masyarakat tersebut adalah dengan diaturnya dua jenis delik itu sebagai delik aduan. Artinya, tidak pernah ada proses hukum tanpa ada pengaduan yang sah dari mereka yang berhak mengadu karena dirugikan secara langsung.
Secara a contrario (menurut pengingkaran), masih kata Dhahana, pengaturan tersebut juga berarti menutup ruang dari masyarakat atau pihak ketiga lainnya untuk melaporkan adanya dugaan terjadinya tindak pidana tersebut, sekaligus mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri.
Dengan demikian, para investor dan wisatawan asing tidak perlu khawatir untuk berinvestasi dan berwisata di Indonesia. Hal ini karena ruang privat masyarakat tetap dijamin undang-undang tanpa mengurangi penghormatan terhadap nilai-nilai ke-Indonesiaan.
Keesokan harinya atau setelah pembentuk undang-undang menyetujui pengesahan RUU KUHP menjadi undang-undang, pada Rabu, 7 Desember 2022, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono menjelaskan duduk persoalan terkait dengan aturan pasal perzinaan dalam KUHP baru.
Pasal perzinaan dalam KUHP baru adalah delik aduan absolut. Artinya, kata Dini Purwono, hanya suami atau istri (bagi yang terikat perkawinan) atau orang tua atau anak (bagi yang tidak terikat perkawinan) yang bisa membuat pengaduan.
Sebenarnya, menurut Dini, tidak ada perubahan substantif terkait dengan pasal tersebut jika dibandingkan dengan Pasal 284 KUHP lama. Perbedaannya hanya terletak pada penambahan pihak yang berhak mengadu. (Lingkar Network | Ant – Koran Lingkar)