Jakarta, Lingkar.news – Direktur Utama Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr. Supriyanto menyebut tindakan operasi yang menggunakan teknologi telerobotik bisa mewujudkan pemerataan layanan kesehatan di Indonesia karena mengatasi permasalahan kekurangan tenaga dokter di wilayah-wilayah terpencil.
“Jadi ini tujuan utamanya kan salah satunya untuk mengatasi kekurangan dokter ahli. Jadi misalnya nanti di Papua, kalau kita beli alat ini, alatnya ditaruh di sana, operasinya dari sini, enggak apa-apa, operasi robot itu sudah biasa dan sudah banyak dilakukan sebelumnya,” ujar dia di RSCM, Jakarta, Jumat (30/8).
Selain itu, menurutnya, teknologi telerobotik juga lebih presisi dan dapat mengurangi pelukaan atau sayatan pada tubuh pasien.
“Dia lebih presisi kalau untuk menjangkau area yang kecil-kecil, lebih teliti jadinya. Jadi (organ) yang kecil-kecil bisa diambil dan dijangkau, lebih presisi daripada tangan manusia,” ucapnya.
Ia juga menegaskan, tingkat kesembuhan pasien juga sama dengan operasi biasa, bahkan bisa lebih baik karena darah yang keluar lebih sedikit.
“Tingkat kesembuhan ya sama saja seperti operasi biasa. Ini sebetulnya sama saja dengan operasi biasa, hanya kelebihannya bisa dilakukan dari jarak jauh. Lebih baik hasilnya dengan robot ini karena lebih presisi dan darah yang keluar lebih sedikit,” katanya.
Sementara itu, Ketua Kolegium Urologi Indonesia Prof. dr. Chaidir A Mochtar menyampaikan pentingnya teknologi telerobotik untuk menangani penyakit-penyakit urologi atau yang berkaitan dengan saluran kemih, juga untuk penanganan bedah lainnya.
“Robotic surgery sebetulnya kita sudah terlambat sekitar 26 tahun dibandingkan negeri-negeri jiran, walaupun sekitar 12 tahun yang lalu sudah ada RS swasta yang mempelopori teknologi robotik ini. Telerobotik ini, meski sekarang mahal, lama-lama nanti akan murah. Teknologi ini bukan hanya untuk urologi tetapi untuk spesialis yang lain,” katanya.
Chaidir menekankan pentingnya teknologi telerobotik diakuisisi di RS-RS pemerintah untuk pengadaan dan penyebarannya sehingga Indonesia tidak tertinggal dari negeri-negeri lain.
Selain itu, ia juga mengemukakan pentingnya memberikan pelatihan dan memasukkan pendidikan tentang telerobotik ke dalam kurikulum kedokteran.
“Yang sedang kita upayakan itu pelatihan dan pendidikan spesialis yang bisa melakukan tindakan operasi robotik. Nantinya juga akan ada penyesuaian kurikulum, sistem pendidikan, dan pelatihan sehingga para peserta didik dan spesialis urologi atau spesialis yang lain akan mendapatkan pelatihan robotik ini lebih dini lagi,” ujar dia.
Ia berharap, teknologi robotik untuk kedokteran dapat bisa lebih terjangkau agar bisa lebih banyak disebarkan di RS-RS seluruh Indonesia, utamanya di daerah terpencil.
“Diharapkan harganya lebih murah, dapat dikembangkan terus, bahkan mungkin suatu saat nanti akan ada robot teknologi dari Indonesia, agar kita dapat menangani pasien secara lebih baik dan merata,” tuturnya.
Operasi telerobotik adalah metode bedah jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi robotik dan jaringan nirkabel yang memungkinkan dokter bedah melakukan tindakan operasi terhadap pasien secara jarak jauh dan langsung, termasuk untuk kasus-kasus urologi, bedah digestif atau yang berhubungan dengan sistem saluran pencernaan, dan lain sebagainya.
Teknologi ini dapat mengatasi berbagai permasalahan, khususnya kendala geografis sehingga layanan kesehatan ke depannya dapat diberikan secara lebih merata ke tempat-tempat yang jauh atau sulit akses.
Hari ini, operasi telerobotik kista ginjal pertama dilakukan oleh Dokter Spesialis Bedah sekaligus Ketua Tim Telerobotik Prof. dr. Ponco Birowo dari RS I.G.N.G Ngoerah Bali bersama para dokter bedah dan ahli lainnya kepada pasien yang berada di RSCM Jakarta. (rara-lingkar.news)