KULON PROGO, Lingkar.news – Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, meminta perajin industri kecil tahu dan tempe di wilayah ini mengubah strategi penjualan supaya tetap berproduksi dan bertahan meski harga kedelai tembus Rp 14 ribu per kilogram.
Penjabat Bupati Kulon Progo Tri Saktiyana di Kulon Progo pada Rabu, 9 November 2022 mengatakan tingginya harga kedelai di luar kemampuan pemerintah daerah dalam mengendalikan karena kedelai diimpor.
“Kami minta pedagang tetap berjualan meski bentuknya tipis-tipis. Kami yakin tidak akan berlangsung lama. Kami yakin hanya berlangsung antara 4-6 bulan. Jangan sampai pedagang menarik diri dari profesinya,” kata Tri Saktiyana.
Ia mengatakan kedelai dibayar dengan dollar, bukan rupiah. Ketika kurs rupiah masih belum beranjak kurang dari Rp 14 ribu, harga kedelai masih mahal.
Ketika rupiah melemah, barang-barang impor akan mengalami goncangan harga. Ia berharap produsen tahu dan tempe di Kulon Progo mulai mengubah strategi penjualan supaya tetap berproduksi dan bertahan.
“Kami yakin pedagang di Kulon Progo sudah mengalami berkali-kali dan kuat serta akan tetap eksis,” ujarnya.
Sementara itu, perajin tahu di Desa Ngentakrejo, Suhadi mengatakan harga kedelai masih berkisar Rp 14 ribu per kilogram untuk pembelian dalam jumlah banyak. Sedangkan harga kedelai dengan pembelian sedikit berkisar Rp 15 ribu per kilogram.
“Sampai kapan harga kedelai tetap tinggi? Pembeli banyak yang mengeluh ukuran kecil dan sedikit,” ucapnya.
Ia mengatakan produksi tahu juga mengalami penurunan, dari satu kuintal per hari menjadi 75 kilogram per hari.
“Kami masih menyesuaikan permintaan tahu di pasar. Nanti kalau pembeli sudah terbiasa dengan kondisi ukuran tahu diperkecil dan sedikit lebih mahal, permintaan kembali naik,” jelasnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)