JAKARTA, Lingkar.news – Hingga 31 Mei 2025, Pemerintah Indonesia telah menarik pembiayaan utang baru sebesar Rp 349,3 triliun, setara 45 persen dari target APBN sebesar Rp 775,9 triliun.
Sementara itu, pembiayaan non-utang tercatat sebesar Rp 24,5 triliun, sehingga realisasi pembiayaan anggaran hingga akhir Mei yaitu sebesar Rp 324,8 triliun atau 52,7 persen dari target APBN Rp 616,2 triliun.
“Pembiayaan non-utang saya rasa perlu digarisbawahi bahwa tidak menambah utang,” ujar Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Juni 2025, di Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.
Thomas menjelaskan kinerja realisasi itu mencerminkan bahwa strategi pembiayaan fiskal dijalankan secara fleksibel dan terukur, mencakup aspek waktu, ukuran, instrumen, maupun campuran kurs.
Di sisi lain, strategi pembiayaan juga didukung oleh pelaksanaan prefunding, penguatan cash buffer, dan manajemen kas utang yang berkelanjutan.
Kementerian Keuangan juga juga mencatat APBN mengalami defisit sebesar Rp 21 triliun atau 0,09 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Mei 2025. Rekor itu kembali berbalik ke zona defisit setelah sebelumnya APBN mencetak surplus Rp 4,3 triliun.
Pendapatan negara tercatat sebesar Rp 995,3 triliun atau 33,1 persen dari target APBN Rp 3.005,1 triliun. Nilai itu bertambah senilai Rp 184,8 triliun dari catatan April.
Penerimaan perpajakan terealisasi sebesar Rp 806,2 triliun (32,4 persen dari target), terdiri dari penerimaan pajak Rp 683,3 triliun (31,2 persen) dan kepabeanan dan cukai Rp 122,9 triliun (40,7 persen). Sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terserap sebesar Rp 188,7 triliun (36,7 persen).
Di sisi lain, penyaluran belanja negara terakselerasi pada Mei 2025, dengan realisasi Rp 1.016,3 triliun atau 28,1 persen dari target Rp 3.621,3 triliun.
Belanja pemerintah pusat (BPP) tersalurkan sebesar Rp 694,2 triliun (25,7 persen dari target), yang disalurkan melalui belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp 325,7 triliun dan belanja non-K/L Rp 368,5 triliun. Sementara belanja transfer ke daerah (TKD) terealisasi sebesar Rp 322 triliun (35 persen dari target).
Dengan kinerja itu, APBN masih mencetak surplus keseimbangan primer sebesar Rp 192,1 triliun, lebih tinggi dari surplus April sebesar Rp 173,9 triliun. Surplus ini menandakan kas negara cukup memadai untuk mengelola pendapatan, belanja, dan utang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan kinerja APBN sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global, termasuk geopolitik. Kondisi perang, katanya, bisa berdampak pada pendapatan negara melalui volatilitas harga komoditas.
Namun, dia menyatakan APBN akan tetap dijaga agar bisa menjalankan fungsi countercyclical.
Jurnalis: Antara
Editor: Rosyid