Lingkar.news – Fenomena sound horeg dalam beberapa tahun terakhir berkembang di masyarakat, khususnya Jawa Timur dan Jawa Tengah. Lantas apa itu sound horeg?
Sound horeg mengacu pada penggunaan sistem pengeras suara berdaya tinggi, biasanya dipakai dalam kegiatan hiburan di ruang publik lengkap dengan peralatan sound system yang diangkut truk. Hiburan sound horeg juga identik dengan musik-musik pop dengan aransemen unik.
Kata horeg dalam Kamus Bahasa Jawa-Indonesia oleh Kemendikbud berarti bergerak atau bergetar. Hal ini merujuk pada efek fisik yang ditimbulkan dari kekuatan suara sistem audio tersebut.
Sound system berdaya besar umumnya digunakan untuk acara hajatan. Namun sejak awal 2000-an, tren ini berubah. Warga mulai memodifikasi truk dan memasang speaker raksasa, menjadikan kendaraan itu panggung keliling.
Dengan iringan musik, lampu strobo, dan kadang penari latar, sound horeg menjelma menjadi bentuk baru hiburan yang meramaikan acara kerakyatan seperti karnaval.
Satu unit sound horeg bisa mengusung hingga puluhan speaker dengan total daya mencapai 200.000 watt, disuplai oleh genset besar yang terpasang di dalam truk.
Intensitas suara bisa menembus 130 desibel, setara suara mesin pesawat jet.
Oleh karena itu, tak heran jika kaca rumah warga bisa bergetar saat truk sound horeg melintas.
Pro Kontra Sound Horeg
Fenomena sound horeg tidak hanya menghadirkan euforia, tapi juga menimbulkan polemik. Di satu sisi, sound horeg menjadi hiburan alternatif yang murah dan meriah, menghidupkan ekonomi lokal dari penyewaan alat hingga kuliner di sekitar acara.
Bagi sebagian kalangan muda, sound horeg merupakan simbol ekspresi, kreativitas, dan kebersamaan.
Di sisi lain, kebisingannya menuai protes warga karena suara yang dihasilkan sangat mengganggu.
Di beberapa wilayah, pemerintah setempat memberlakukan peraturan ketat untuk mengatur batas volume dan jam operasional sound horeg. Namun ada juga pemerintah yang tegas melarang sound horeg dalam kegiatan publik.
Sound Horeg sebagai Kekayaan Intelektual
Dalam perjalanannya, fenomena sound horeg menjadi budaya baru. Namun hal ini perlu dikaji terlebih dahulu.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Timur (Kakanwil Kemenkumham Jatim), Haris Sukamto, menyebut sound horeg adalah hasil olah pikir anak bangsa yang layak mendapat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
“Itu masuk di wilayah kekayaan intelektual hak cipta bisa,” katanya pada 22 April 2025.
Meski demikian, Haris memberi catatan fenomena sound horeg juga perlu ditelaah, apakah merupakan suatu kreativitas yang penting untuk dilindungi sebagai kekayaan intelektual atau mengganggu masyarakat.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, mengatakan sangat penting untuk dibedakan terlebih dahulu baik buruknya sound horeg. Pasalnya terdapat hasil karya kreativitas seseorang yang harus tetap dihargai dan dilindungi kekayaan intelektualnya.
Adanya teknologi yang digunakan untuk menimbulkan suara dengan desibel yang tinggi dapat dilindungi patennya, sedangkan bentuk kreasi sound horeg yang beraneka ragam dapat dilindungi desain industrinya apabila terdapat kebaruan pada produknya.
“Kemudian untuk musik remix yang diputar, ini dapat dilindungi hak ciptanya dengan tidak meninggalkan hak moral dan hak ekonomi para pemilik karya yang diremix. Dalam artian, musisi yang membuat musik remix ini harus membayar royalti dan atau meminta izin terlebih dahulu atau kepada para pemilik lagu yang mereka gunakan,” terang Agung di kantor DJKI pada Rabu, 30 April 2025.