Lingkar.news – Pembelajaran ilmu Sorof (ilmu derivasi kata dalam Bahasa Arab), selama ini mengandalkan hafalan pola-pola konstruksi kata kerja (fi’il) dan kata benda (isim). Pola perubahan (derivasi) kalimat dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah wazan. Wazan dalam kata kerja berdasarkan konstruksi hurufnya memiliki dua macam baik tsulasi (tiga huruf), seperti : فعل dan ruba’i (empat huruf) seperti : فعلل. Sedangkan wazan kata kerja berdasar adanya imbuhan dan tidaknya, terbagi atas dua macam, mujarrad (tanpa imbuhan) dan mazid (berimbuhan).
Metode pengajaran wazan-wazan kata kerja di atas, umumnya melalui hafalan wazan berikut hafalan beberapa kata kerja yang mengikuti polanya. Dalam dunia pesantren, metode hafalan wazan-wazan sorof dikenal dengan istilah tasrifan. Adapun kitab-kitab yang dijadikan bahan ajar dalam ilmu Sorof, umumnua berbasis kitab-kitab klasik (turats), diantaranya : Nadzom Maqsud, Tasrif al-Izzi, Syarah Kailani, Lamiyatu al-Af’al, Amsilah Tasrifiyah, dll.
Karena mengandalkan hafalan pola wazan tanpa diikuti dengan pemahaman sisi fonologi huruf, tidak jarang siswa menghadapi beberapa kesulitan. Diantara problem hafalan wazan adalah tercampurnya bunyi (fonem) satu kerja dengan kata kerja lain, misal يحسِب dengan يحسَب. Umumnya kesalahan pengucapan kata kerja terjadi pada perubahan kata kerja lampau (fi’il madhi) ke pola kata kerja sekarang (fi’il mudhori’) seperti contoh di atas. Kesalahan ini bisa diminimalisir ketika siswa memahami sifat huruf dan perubahan bunyinya (fonologi).
Untuk memudahkan siswa memahami perubahan kata kerja dan meminimalisir kesalahan, Team Penelitian Fakultas Tarbiyah Prodi Pendidikan Bahasa Arab yang terdiri dari : Khoirul Fata, Lc, M.Pd dan Azhar Amir Zaen, M.Ed dibantu satu mahasiswa Prayugo adakan penelitian ilmu morfologi dengan pendekatan ilmu fonologi.
Perubahan kata kerja lampau (fi’il madhi) ke kata kerja kini (fi’il mudhori) dapat dikenali perubahan fonem huruf kedua kata kerja (ain fi’il). Ulama mengklasifikasikan tiga perubahan ain fi’il pada fi’il mudhori’, yaitu fathah, kasroh dan fathah. Mengikuti kaidah baku yang disepakati ahli bahasa, perubahan ain fi’il menginduk pada dua fonem : dhommah dan kasroh.
Sedangkan fonem fathah muncul pada ain fi’il disebabkan adanya huruf-huruf halqi yang terdiri dari أ، ه، ح، خ، ع، غ dalam konstruksi kata kerja. Fonem fathah dalam ain fi’il mudhori’ muncul dengan kondisi tertentu. Artinya tidak semua kata kerja yang mengandung huruf halqi terdampak fonem fathah pada ain fi’ilnya.
Fonem fathah pada ain fi’il mudhori’ hanya terjadi apabila posisi huruf halqi terletak pada ain fi’il mudhori’ berkonstruk shohih (kata kerja yang tidak mengandung huruf illat), seperti : ذَهَبَ – يَذْهَبُ dan pada ain fi’il berkonstruk mitsal waw (kata kerja diawali huruf illat berupa huruf waw) seperti : وَقَعَ – يَقَعُ. Sehingga selain dua fenomena huruf halqi pada dua pola kata kerja di atas, semua kata kerja mengikuti pola ain fi’il dengan fonem dhommah dan kasroh.
Dengan mendapati data di atas, maka diharapkan hasil penelitian derivasi kata kerja dengan pendekatan fonologi bisa meminimalisir kesalahan siswa dalam merubah kata kerja lampau ke kata kerja mudhori’, dimana dua kata kerja tersebut merupakan unsur kata yang tidak terpisahkan dalam membangun ungkapan berbahasa Arab baik lisan maupun tulisan. (Lingkar Network | Lingkar.news)