JAKARTA, Lingkar.news – Kementerian Transmigrasi (Kementrans) akan melaksanakan Program Transmigrasi Patriot yang menyasar anak muda melalui beasiswa patriot yang rencananya diluncurkan pada 2025.
Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanegara, menjelaskan Kementerian Transmigrasi bekerjasama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk persiapan beasiswa patriot.
“Rencananya tahun depan kami sudah akan mulai programnya. Mulai bulan Januari kami sudah mulai catch up dengan LPDP ini,” ujarnya di Jakarta, Kamis, 28 November 2024.
Adapun jadwal seleksi Program Beasiswa Patriot akan digelar bersamaan dengan Program Beasiswa LPDP, yakni pada Januari 2025 dan Juli 2025.
Meskipun begitu, Iftitah menyampaikan bahwa pihaknya akan tetap mempertimbangkan progres persiapan Program Beasiswa Patriot selama sebulan ke depan sebelum memutuskan untuk benar-benar memulai program tersebut.
Iftitah menuturkan, Program Transmigrasi Patriot dan Beasiswa Patriot tidak hanya menyasar anak-anak para warga transmigran, tapi seluruh generasi muda Indonesia yang berjiwa bela negara.
“Sebelum kami siapkan mentalnya, intelektualnya dan fisiknya terlebih dahulu melalui Program Beasiswa Patriot. Anak-anak muda ini akan kami seleksi terlebih dahulu yang memiliki karakter patriot, yakni orang-orang yang berani dan rela berkorban untuk bangsa dan negara,” tuturnya.
Para peserta yang lulus seleksi kemudian akan menjalani pendidikan dasar militer selama 1,5 bulan sebagai tentara cadangan.
Mereka juga akan menjalani matrikulasi dengan ditempatkan di sejumlah kawasan transmigrasi selama kurang lebih 3 bulan untuk tinggal bersama penduduk setempat yang akan menjadi orang tua asuh mereka.
“Kami berharap selama 3 bulan itu mereka akan belajar, mengamati, dan menilai apa potensi, tantangan dan peluang di kawasan transmigrasi yang kelak akan mereka kembangkan,” ucap Iftitah.
Selanjutnya, para peserta akan diberangkatkan untuk menempuh pendidikan S1, S2, maupun S3 di bidang science, technology, engineering, dan mathematics (STEM) di berbagai universitas terkemuka baik di dalam maupun luar negeri.
Walaupun begitu, ia menyatakan tidak menutup kemungkinan pendidikan yang ditempuh oleh para peserta adalah kursus-kursus singkat terkait pengetahuan dan kemampuan berbasis STEM untuk membangun kawasan transmigrasi.
Setelah lulus, mereka akan ditempatkan kembali di kawasan-kawasan transmigrasi tersebut dengan masa penugasan selama 10 tahun.
Usai masa penugasan tersebut, para peserta akan diberikan pilihan untuk tetap tinggal di kawasan transmigrasi atau mengembangkan karir mereka di tempat lain.
“Jika mereka meninggalkan kawasan transmigrasi sebelum 10 tahun, mereka akan dianggap desersi dan dikenakan sanksi untuk mengembalikan seluruh dana yang telah diberikan negara untuk menyiapkan mereka atau diberikan sanksi hukum,” jelasnya.
Pihaknya juga berharap, mereka bisa mengajak para scientist di dunia dari universitas-universitas tempatnya belajar untuk membantu pekerjaan mereka di seluruh kawasan transmigrasi
“Dalam kata lain tidak menutup kemungkinan ada global village di kawasan-kawasan transmigrasi,” pungkasnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)