Padang, Lingkar.news – Kementerian Agama (Kemenag) RI melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menjelaskan salah satu tujuan program Wajib Halal Oktober ialah menaikkan nilai tambah kepada pelaku usaha di tanah air.
“Ada pandangan kalau kita Islam maka semua produk terutama makanan dan minuman sudah pasti halal, dan inilah yang perlu kita luruskan,” kata Fungsional Ahli Muda Pusat Kerja Sama dan Standarisasi BPJPH A.M Rozak di Padang, Sabtu (4/5)
Rozak menegaskan gagasan sertifikasi halal produk tidak serta merta hanya untuk memastikan sebuah produk yang dijual pelaku usaha terjamin kehalalannya. Namun, jauh dari itu, sertifikasi halal juga untuk menaikkan nilai tambah bagi pelaku usaha itu sendiri.
Terkait pengawasan terhadap produk usaha yang sudah tersertifikasi halal, BPJPH mengatakan hal itu akan dimaksimalkan setelah pelaksanaan program Wajib Halal Oktober.
“Ada tiga tahapan untuk pengawasan produk salah satunya sanksi kepada pelaku usaha hingga larangan penjualan produk,” ujarnya.
Saat ini Kemenag khususnya BPJPH masih menyusun regulasi pengawasan yang paling cocok diterapkan kepada pelaku usaha di tanah air. Sebab, jangan sampai hal itu malah menimbulkan kegaduhan di publik.
BPJPH memastikan juga akan ekstra hati-hati dalam menerapkan sanksi kepada pelaku usaha yang omzet per bulannya masih di bawah Rp500 juta. Termasuk perlakuan sanksi antara UMKM berpendapatan besar dengan yang masih kecil.
Sementara itu, Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Provinsi Sumbar Al Amin mengatakan, sebelum sertifikasi halal diterbitkan terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi pemohon.
Menurut dia, agar sertifikasi halal tidak hanya sebatas pajangan maka pelaku usaha harus memiliki pengawasan melekat atau memiliki kesadaran terhadap lisensi yang diterbitkan BPJPH.
“Selain itu, setelah sertifikasi diterbitkan maka BPJPH dan dinas terkait juga harus rutin mengawasi minimal satu kali enam bulan,” ujarnya. (rara-lingkar.news)