Denpasar, Lingkar.news – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyayangkan perihal tingginya angka perceraian terjadi di Indonesia setiap tahunnya.
Dalam peringatan Hari Keluarga Nasional yang dipusatkan di Bali, Selasa (4/6), Hasto mengungkapkan bahwa ada faktor masalah kesehatan mental dan jiwa yang menjadi penyebab perceraian.
“Hari ini kasus perceraian dalam setahun tidak kurang dari 500 ribu pasangan. Dalam rangka Hari Keluarga Nasional, ini kesedihan mendalam,” kata Hasto.
Pihaknya belum memetakan provinsi mana dengan persentase perceraian tertinggi, namun untuk jumlahnya saja diperkirakan masih dipimpin Jawa Barat.
Dalam rangka Hari Keluarga Nasional, Hasto ingin angka 500 ribu kasus perceraian dalam setahun ini menjadi momentum introspeksi diri, sebab itu baru data perceraian inkrah di pengadilan.
“Artinya belum lagi yang sudah mengajukan tapi belum disahkan, belum lagi yang satu rumah tapi lama diam-diaman,” ucap Hasto.
Ia melihat peningkatan kasus perceraian di Tanah Air terjadi sejak 2015. Sebab pada tahun 2010 angkanya masih 200 ribu per tahun.
Kondisi ini, sambungnya, memberi kerugian terhadap anak-anak yang ditinggalkan, sebab ketika orang tua bercerai, kemudian ada ratusan ribu janda yang perlu diperhitungkan nasib ekonominya, apalagi BKKBN mencatat pada sejumlah daerah, janda ada di kelompok miskin ekstrem.
“Oleh karena itu di hari ini, kita tidak hanya bangun raganya, stuntingnya turun, penggunaan kontrasepsi meningkat, tapi juga bangun jiwanya,” tutur Hasto.
Dalam pidatonya pada kegiatan peluncuran pelayanan sejuta akseptor itu, Kepala BKKBN mengingatkan pentingnya kesehatan mental sebab selain dampaknya ke perceraian juga ke penggunaan narkotika.
Ia berpesan agar anak dan cucu dididik dengan baik, sebab hari ini 5,1 persen dari populasi masyarakat sudah terpapar narkotika. Bahkan BKKBN mencatat populasi di rutan besar Indonesia didominasi kasus kecanduan obat terlarang. (rara-lingkar.news)