JAKARTA, Lingkar.news – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Jateng III, Edy Wuryanto, mengungkapkan keprihatinannya terhadap nasib para pengemudi ojek online. Ia menyebutkan para driver ojek online (ojol) ini minim perlindungan dalam hal ketenagakerjaan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Edy Wuryanto dalam acara Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI dengan Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan pada Selasa, 18 Februari 2025.
Diketahui, ratusan pengemudi ojol yang tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada Senin, 17 Februari 2025. Mereka menuntut kejelasan mengenai pemberian tunjangan hari raya (THR) dari perusahaan platform transportasi daring.
Edy mengaku heran para pengemudi ojol ini tidak terdaftar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan jaminan Ketenagakerjaan.
“Mengapa pekerja ojek online belum semuanya terdaftar dalam program JKN apa kendalanya sehingga pasal 34 Permenaker No 5 Tahun 2001 dan Inpres Nomor 2 tidak berjalan dengan baik?” ujarnya.
Lebih lanjut, Edy menyebutkan saat ini aktivitas dan pekerjaan banyak dilakukan secara online, bukan lagi secara konvensional. Ia juga mengaku prihatin melihat sistem pekerjaan online yang minim perlindungan dan upah.
“Setahun yang lalu, ojol ini sudah jadi pembahasan, aturan sudah ada. Pekerja ojol ini termasuk pekerja di luar hubungan kerja yang tidak memenuhi unsur upah, pekerjaan dan lain-lain. Mereka juga minim perlindungan,” ucapnya.
Padahal menurutnya, saat ini semua kegiatan banyak didukung oleh pekerjaan ojek online sehingga berdampak baik bagi perekonomian.
“Kita tahu semua pergerakan barang dan jasa ini bnyak disupport oleh ojek online dan dampak perekonomiannya tinggi, ” tambah Edy.
Maka dari itu, Edy meminta agar pihak Kementerian Ketenagakerjaan lebih memperhatikan nasib para ojol.
“Jadi kalau kita tidak melindungi ojek online maka kontradiktif. Menurut saya, harus ada ketegasan kepada aplikator (pembuat aplikasi) pemberi kerjanya. Kalau gak tegas, susah pak, karena nantinya posisi pekerja ojol ini jadi lemah. Jadi perlu mendapatkan perhatian serius,” tegasnya.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI JSK) Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, menyebut status driver ojol akan diubah menjadi pekerja, tidak lagi sebagai mitra aplikator.
Untuk mewujudkannya, Indah mengaku sudah menggandeng para ahli dari beberapa universitas untuk melakukan kajian.
“Sudah hampir 90 persen confirm sudah menganggap mereka (taksi online, ojol, kurir online) itu pekerja, karena sudah didukung dengan kajian, sudah ada tim pakar dari beberapa universitas yang digunakan untuk lebih membuat kami confident menyebut mereka lebih pekerja,” papar Indah.
Berdasarkan hasil kajian tersebut, Indah memaparkan ada karakteristik atasan dan bawahan dalam sistem kerja pengemudi ojol. Hal ini dapat dilihat dari adanya aturan potongan aplikasi yang harus membuat driver ojol menyetor pendapatan mereka.
“Toh ada aturan yang mewajibkan aturan dipotong pendapatannya, jadi posisinya di bawah pengusaha,” paparnya.
Kemudian, Indah menyebut kebijakan ini didasarkan pada kajian di beberapa negara Eropa seperti Belanda, Inggris, dan Spanyol yang sudah menyatakan driver ojol sebagai pekerja.
“Dari hasil kajian itu, kami dapat masukan ada 6 negara yang sudah mengatakan mereka sebagai pekerja mitra ini semua dengan undang-undang mereka (negara), seperti Singapura, Inggris, Kanada, Spanyol, Belanda, Uni Eropa,” lanjut Indah.
Lebih lanjut, Indah juga menerangkan bahwa Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) telah menyatakan driver ojol sebagai pekerja, bukan mitra. Maka dari itu, pihaknya juga terus berkomunikasi dengan pengusaha aplikator agar dapat memahami tiga isu utama yang dituntut para driver ojol dari tahun ke tahun, yakni soal waktu kerja, kepesertaan Jamsosnaker, dan THR.
“Kami terus komunikasikan para pengusaha aplikator bagaimana mereka bisa memahami juga tiga isu utama yang selalu jadi tuntutan para ojol, taksol, kurol, adalah mengenai waktu kerja istirahat, termasuk cuti ketika ladies ojol sedang haid. Dan juga kepesertaan Jamsosnaker, mereka minta diperlakukan sama dengan pekerja lain, ada kontribusi dari pengusaha. Ketiga, hak lain termasuk untuk hari raya, batas usia mereka bekerja,” ujar Indah.
Selain itu, Indah menyebut pihaknya telah merancang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) untuk perlindungan dan kesejahteraan ojol. Indah mengklaim aturan tersebut sudah selesai dibahas di Kemnaker namun masih ada terkendala. Maka dari itu, ia pun meminta dukungan dari Komisi IX DPR untuk bisa segera mewujudkan Permenaker tersebut.
“Kami sedang punya rancangan Permenaker untuk perlindungan ojol. Itu sudah clear di kami. Mohon dukungan karena proses harmonisasi, karena ini masih berat proses harmonisasinya berhadapan dengan kementerian lain, di Kemenhub, Komdigi, dan Kementerian Hukum,” pungkas Indah. (Lingkar Network | Yuyun HU – Lingkar.news)