SEMARANG, Lingkar.news – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengumumkan bahwa pemerintah telah merampungkan kajian akademik dan uji publik untuk penerapan mata pelajaran coding dan artificial intelligence (AI) di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.
Abdul Mu’ti mengatakan bahwa coding dan AI akan mulai diterapkan sebagai pelajaran pilihan pada tahun ajaran 2025/2026.
“Coding tidak bisa dilepaskan dari AI karena keduanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam ekosistem teknologi digital saat ini. AI bukan sekadar tren, melainkan kenyataan yang harus kita sikapi dengan bijak dan strategis,” ujar Mu’ti dalam pidatonya pada puncak Dies Natalis ke-60 Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Auditorium Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, Minggu sore, 8 Juni 2025.
Ia menegaskan bahwa Kemendikdasmen telah menyelesaikan naskah akademik yang menjadi dasar kebijakan pengajaran coding dan AI.
Saat ini, kata dia, fokus utama adalah melatih para guru agar siap mengajarkan kedua mata pelajaran tersebut di sekolah.
“Pelatihan guru sedang kami jalankan. Ini adalah konsekuensi logis dalam upaya peningkatan mutu pelayanan pendidikan di era disrupsi teknologi,” tambahnya.
Mu’ti juga merujuk pada hasil pertemuan para menteri pendidikan negara-negara anggota APEC, yang menyoroti pentingnya teknologi digital dan AI sebagai sarana untuk mengatasi kesenjangan mutu pendidikan.
Bahkan, ia menyebut negara maju seperti Australia pun menghadapi tantangan serupa, terutama dalam menyediakan akses pendidikan berkualitas bagi masyarakat adat seperti suku Aborigin.
“Indonesia bukan satu-satunya yang menghadapi tantangan ini. Karena itu, kami mendorong seluruh insan pendidikan untuk menguasai AI, namun dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moral bangsa,” tegasnya.
Meski demikian, Mu’ti juga menyoroti fenomena negatif yang muncul dari penggunaan AI, seperti kecenderungan narsistik dan perilaku culas demi keviralan di media sosial.
“AI tidak selalu membuat manusia lebih cerdas. Justru, ada kecenderungan AI dimanfaatkan secara culas demi sensasi. Muncul fenomena ‘no viral, no justice’, di mana suatu hal dianggap penting hanya jika viral di media sosial,” tuturnya.
Ia mengingatkan bahwa pendidikan AI harus disertai dengan penanaman etika, agar teknologi tidak digunakan untuk tujuan yang merusak nilai kemanusiaan dan moralitas bangsa.
Ia pun mengajak seluruh masyarakat untuk bijak, kritis, dan bertanggung jawab dalam menggunakan dan mengembangkan teknologi AI demi kemajuan bangsa yang bermartabat.
Jurnalis: Rizky Syahrul Al-Fath
Editor: Rosyid