JAKARTA, Lingkar.news – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengajak komunitas mendukung penerapan kawasan rendah emisi terpadu (KRE-T) melalui program Breathe Cities Jakarta (Bernafaslah Kota Jakarta).
Upaya ini dilakukan untuk mendorong partisipasi publik dalam pengendalian pencemaran udara yang lebih inklusif dan berbasis bukti.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menyampaikan bahwa Program Breathe Cities merupakan bagian dari inisiatif global yang didukung oleh Clean Air Fund, C40 Cities, dan Bloomberg Philanthropies, serta diimplementasikan di Jakarta bersama Vital Strategies.
“Di Jakarta, Breathe Cities bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang diampu oleh Dinas Lingkungan Hidup, untuk mempercepat pengendalian polusi udara melalui penguatan kebijakan berbasis data dan partisipasi publik, salah satunya melalui kebijakan KRE-T,” kata Asep, Kamis, 19 Juni 2025.
Asep menyampaikan bahwa kebijakan KRE-T merupakan langkah strategis yang didasarkan pada Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim serta Keputusan Gubernur Nomor 575 Tahun 2023 tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU).
“Keberhasilan KRE-T tidak cukup hanya mengandalkan regulasi. Partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci utama, baik dalam pengawasan, edukasi publik, pemantauan dampak kebijakan, hingga pendampingan terhadap kelompok rentan,” ujar Asep.
Sebagai bagian dari upaya ini, Breathe Cities Jakarta bersama Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menghimpun komunitas untuk menyelaraskan pemahaman dan memperkuat sinergi antarkomunitas.
Tujuannya adalah membangun koordinasi yang lebih solid dalam menjalankan aksi kolektif menuju udara bersih di Jakarta.
Selain itu, bersama Resilience Development Initiative (RDI), Breathe Cities Jakarta juga mendorong pemantauan kualitas udara berbasis komunitas melalui penggunaan sensor berbiaya rendah (low-cost sensor).
Teknologi ini memungkinkan perluasan jaringan pemantauan hingga ke wilayah permukiman dan industri yang sebelumnya belum terjangkau oleh stasiun pemantauan konvensional.
Inisiatif ini juga menekankan pentingnya integrasi data hiperlokal ke dalam sistem pemantauan resmi sebagai dasar perumusan kebijakan yang lebih presisi dan responsif.
Di saat yang sama, keterlibatan komunitas memperkuat kapasitas lokal dalam memahami, menginterpretasikan, dan menggunakan data kualitas udara secara kolektif.
“Kolaborasi multipihak ini menjadi langkah awal untuk membuat cetak biru aksi kolektif. Kita ingin pastikan bahwa peran komunitas tidak sekadar simbolik, tetapi terintegrasi secara strategis dalam sistem pengendalian polusi udara Jakarta,” kata Asep.
Jurnalis: Antara
Editor: Ulfa Puspa