JAKARTA, Lingkar.news – Dalam komitmennya menjaga keamanan dan mutu pangan sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, Badan Karantina Indonesia (Barantin) melalui Balai Besar Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Karantina) DKI Jakarta, memusnahkan 17,225 kilogram atau 17,2 ton jeroan, yang tak sesuai dokumen.
Diketahui, jeroan beku asal Australia itu bercampur dengan limpa yang tidak diizinkan masuk ke wilayah Indonesia.
Kepala Barantin Sahat M. Panggabean menyebut tindakan pemusnahan itu adalah langkah preventif dalam pengawasan karantina.
Termasuk upaya pencegahan masuknya hama penyakit hewan karantina (HPHK) yang berpotensi mengancam kesehatan hewan dan manusia, serta ekosistem pada umumnya.
“Setiap media pembawa atau komoditas yang tidak memenuhi persyaratan teknis karantina harus ditolak atau dimusnahkan. Berdasarkan regulasi di Indonesia, limpa tidak diperbolehkan masuk ke Indonesia,” kata Sahat, usai pemusnahan di Tangerang, Banten, Rabu, 18 Juni 2025, dalam keterangan resmi diterima Lingkar.news.
Diakui Sahat, ini bukan sekadar prosedur administrasi. Melainkan bagian upaya Barantin untuk memastikan keamanan dan mutu pangan dalam ketahanan pangan. Termasuk mencegah risiko penyakit dan melindungi kelestarian sumber daya hayati nasional.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Sahat memaparkan, pemasukan produk berupa jeroan beku mengandung bagian limpa yang tidak termasuk dalam jenis jeroan yang diizinkan masuk ke wilayah Indonesia sesuai ketentuan peraturan.
Diperkirakan nilai kerugian ini tersebar hingga ke masyarakat, mencapai lebih dari Rp 500 juta dan mengancam keamanan pangan.
Sahat mengingatkan perusahaan importir atau pelaku usaha untuk dapat memahami dan mematuhi regulasi yang berlaku di Indonesia. Serta lebih teliti dalam melakukan kegiatan impor dari negara luar.
“Karantina lebih memperhatikan kesehatan dan keamanan media pembawa dibanding dengan nilai kerugiannya. Karena jika tidak teliti terhadap pemasukan, kerugian (ekonomi) yang disebabkan bisa jadi lebih besar,” tambahnya.
Diketahui, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42 Tahun 2019 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan atau Olahannya untuk Pangan ke wilayah Indonesia, hanya beberapa jenis jeroan yang boleh dimasukkan ke Indonesia, yaitu lidah, jantung, hati, dan paru.
Limpa termasuk jenis organ yang dilarang masuk karena berisiko membawa agen penyakit tertentu yang membahayakan kesehatan hewan maupun manusia.
Adapun jenis penyakit yang dapat terbawa oleh limpa adalah anthrax dan brucellosis. Limpa merupakan organ sangat potensial untuk menjadi lokasi replikasi atau akumulasi agen infeksius, terutama untuk penyakit zoonosis.
Dalam beberapa regulasi internasional, limpa termasuk kategori ‘specified risk material’ atau media pembawa berisiko tinggi dalam penularan penyakit.
“Kami telah menindaklanjuti temuan ketidaksesuaian dokumen dengan pemeriksaan fisik ini. Mengirimkan NNC (Notification of NonCompliance) kepada negara asal. Ke depan, tidak terulang kembali, sehingga otoritas karantina di negara asal dapat memastikan terpenuhinya persyaratan teknis dan administrasi sebelum dikirim ke Indonesia,” jelasnya.
Proses pemusnahan ini dilakukan petugas Karantina DKI Jakarta, dengan pengawasan ketat sesuai prosedur karantina. Pemusnahan dilakukan dengan metode pembakaran menggunakan insenerator suhu tinggi, berkisar 850-1.400 derajat celsius.
Adapun, pemusnahan ini kali kedua untuk komoditas serupa. Berdasarkan data Best Trust (Barantin Electronic System for Transaction and Utility Service Technology) Barantin, pemusnahan komoditas hewan, ikan, dan tumbuhan oleh Karantina DKI semester I hingga 18 Juni ini sebanyak 13 kali dengan volume 124,11 ton, 4 ekor, 146 boks, dan 132 satuan palet.
Melalui pemusnahan ini, Barantin kembali menegaskan komitmennya mengawal keamanan lalu lintas produk hewan.
Lalu, mencegah masuknya penyakit berbahaya, serta menjaga kepercayaan masyarakat dan mitra dagang internasional terhadap sistem pengawasan keamanan dan mutu pangan. Juga kesehatan hewan termasuk produk turunannya, baik yang masuk atau keluar wilayah Indonesia.
Jurnalis: Ceppy Febrinika Bachtiar
Editor: Sekar S