Pernak-Pernik Khas Dugderan yang Tak Boleh Terlewat, Ada Kapal “Otok-Otok”

Pernak-Pernik Khas Dugderan yang Tak Boleh Terlewat, Ada Kapal “Otok-Otok”

MENJUAL: Warga Semarang yang menjual mainan miniatur kapal di Festival Dugderan pada Sabtu, 22 Februari 2025 malam. (Syahril Muadz/Lingkar.news)

SEMARANG, Lingkar.news Tradisi Dugderan di Semarang tahun ini nampak lebih ramai ketimbang tahun-tahun sebelumnya pasca kebakaran Pasar Johar dan pandemi Covid-19.

Dugderan 2025 belangsung pada 17—26 Februari di sepanjang Jalan Agus Salim dari pertigaan Hotel Metro Park View Kota Lama Semarang hingga pertigaan SJC Matahari.

Dugderan merupakan tradisi tahunan manyambut bulan Ramadan yang diselenggarakan Pemerintah Kota Semarang.

Tradisi dugderan kali ini diramaikan berbagai wahana permainan ala pasar malam, beragam stan kuliner dari makanan khas semarangan, seperti soto, tahu gimbal, aneka gorengan. Selain itu ada kuliner ala Korea, seperti permen dalgona dari Squid Game, sate buah caramel (Tanghulu), cumi bakar dan masih banyak lagi. Selain itu terdapat penjual pernak-pernik dan perabotan rumah tangga.

Namun terdapat barang yang khas dari event Dugderan, dan seolah menjadi syarat tidak tertulis. Rasa-rasanya jika tidak ada barang-barang ini belum dapat dibilang Dugderan. 

Pertama adalah mainan anak yang terbuat dari tanah liat berupa miniatur gerabah perabotan memasak. Miniatur itu dicat warna-warni untuk menarik perhatian pelanggan. Warga Semarang biasa menyebutnya dengan “pecah-pecahan”, mainan ini biasanya digemari anak perempuan. 

Seorang penjual kerajinan gerabah asal Semarang, Muagiasih, mengaku telah berjualam pecah-pecahan sejak 20 tahun silam. Ia bersyukur bahwa Dugderan kini ramai kembali. 

“Alhamdulillah ya kalau ramai omzetnya, ya, lumayan bisa satu jutaan lebih setelah seminggu buka, tapi kalau sampai akhir belum tahu. Saya sejak dulu di sini terus,” ujarnya. 

Pernak-pernik lainnya yang meramaikan tradisi dugderan Semarang adalah kerajinan bambu berupa suling, peluit bambu, gangsing bambu, dan banyak lagi. Biasanya mainan bambu ini digemari oleh anak laki-laki. 

Selanjutnya ada kapal “otok-otok” yang dioperasikan dengan uap. Mainan kapal mini ini terbuat dari seng yang dapat bergerak di atas air layaknya kapal sungguhan dengan bahan bakar kapas dan minyak goreng. Saat dinyalakan akan terdengar suara “otok-otok”.

Warga Semarang, Beni, menceritakan bahwa sejak dahulu Dugderan memang dikenal dengan pasar malam dan penjual aneka kerajinan, utamanya permainan anak-anak. Namun seiring berkembangnya zaman hanya beberapa saja yang masih bertahan. 

“Memang sejak saya kecil seperti Dugderan di tahun 80-an itu paling banyak ya penjual kerajinan, dan mainan,” ujarnya. 

Walaupun harus beriringan dengan perkembangan zaman namun, menurutnya, beberapa tradisi masih bertahan, dan kini warga Semarang mulai membangkitkan kembali tradisi-tradisi yang sempat lemas, dengan antusias meramaikan Dugderan menjelang Ramadan. (Lingkar Network | Syahril Muadz – Lingkar.news)

Exit mobile version