DEMAK, Lingkar.news – Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia yang banyak memiliki sejarah. Masjid tersebut dibangun oleh Raden Fatah dengan dibantu wali songo pada abad ke-15 Masehi termasuk Sunan Kalijaga.
Masjid Agung Demak juga menjadi tempat berkumpulnya wali songo yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, hal itulah yang mendasari Kabupaten Demak memiliki julukan sebagai Kota Wali.
Lokasi Masjid Agung Demak terletak di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah atau berada di pusat kota dekat Alun-Alun Demak.
Dari sisi arsitektur, Masjid Agung Demak adalah simbol arsitektur tradisional Indonesia yang khas serta sarat makna. Bangunan masjid tersebut tampak sederhana namun terkesan megah, anggun, indah, dan sangat berkarismatik.
Melihat Jejak Sejarah pada Motif Ukir Pintu Bledeg Masjid Agung Demak
Di dalam masjid terdapat empat tiang utama yang berfungsi sebagai penyangga bangunan atau disebut dengan saka tatal/saka guru yang saat itu dibuat oleh wali songo.
Petugas Museum Masjid Agung Demak, Khusni Mobarok, menyampaikan konon saka guru yang di sebelah barat laut dibuat oleh Sunan Bonang, sebelah barat daya oleh Sunan Gunung Jati, sebelah tenggara oleh Sunan Apel, dan sebelah Timur Laut oleh Sunan Kalijaga yang saat ini masih tersimpan di Museum Masjid Agung Demak.
“Saka guru ini letaknya ada di tengah masjid, sebagai tiang penyangga masjid. Jumlah nya ada empat yang merupakan wakaf dari empat sunan, yaitu Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Tingginya 17 meter yang melambangkan jumlah rakaat salat dalam sehari semalam,” jelas Khusni, belum lama ini.
Museum Masjid Agung Demak Simpan Al-Qur’an Tulisan Tangan Sunan Bonang
Dari keempat saka tersebut, lanjut Khusni, terdapat satu saka unik buatan Kanjeng Sunan Kalijaga yang sering dikenal dengan saka tatal.
“Keempat dari saka guru ini ada satu saka yang unik dan berbeda dengan saka guru lainya, yaitu punya Sunan Kalijaga. Utuhnya hanya 11 meter saja. Nah, untuk melengkapi kekurangan 6 meternya lagi, di tambah dengan saka tatal atau serpihan balok kayu yang digunakan untuk melengkapi saka guru agar tingginya menjadi 17 meter,” bebernya.
Saka tatal dari Sunan Kalijaga yang dibuat dari potongan balok kayu yang disatukan kemudian diikat sehingga menjadi tiang juga memiliki makna tersendiri.
“Jadi saka tatal itu diikat dengan rumput rawadan atau bisa diartikan sholawatan karomahnya dari Sunan Kalijaga. Makna dari saka tatal itu, meskipun kecil-kecil tapi jika disatukan maka akan kuat menopang. Jadi kalau umat muslim bersatu, maka juga akan kuat menopang agama,” paparnya.
Keempat saka tersebut masih tersimpan di dalam Museum Masjid Agung Demak sebagai benda bersejarah peninggalan para wali yang bisa dilihat langsung oleh para wisatawan. (Lingkar Network | M. Burhanuddin Aslam – Lingkar.news)