JAKARTA, Lingkar.news – Publik geger terkait Pasal 6 dalam draf RUU KUHAP yang menyebutkan jaksa tak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tindak pidana korupsi (tipikor). Selain itu pada draf tersebut juga mengatur jaksa menjadi penyidik tertentu. Lantas, benarkah kabar tersebut?
Pakar hukum pidana Universitas Nasional, Ismail Rumadan, mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) perlu memperkuat peran penyidik Kejaksaan Agung.
“Penyidik Kejaksaan dalam tindak pidana korupsi (tipikor) sangat produktif. Rumusan KUHAP hendaknya memperbaiki kelemahan dalam penyidikan tipikor,” ujarnya pada Sabtu, 22 Maret 2025.
Sementara itu, terkait sempat beredarnya draf yang mengatur penyidik kejaksaan hanya bisa menindak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, Ismail meminta Komisi III DPR RI agar setiap pembahasan RUU KUHAP dilakukan transparan yang meliputi keteraksesan drafnya bagi publik.
“Saya kira prosesnya perlu lebih transparan di mana publik bisa akses dan terlibat secara partisipatif,” ujarnya.
Dalam draf RUU yang dibagikan Komisi III DPR RI, Kamis, 20 maret 2025, Pasal 6 ayat (1) berbunyi: “Penyidik terdiri atas penyidik Polri, PPNS, dan penyidik tertentu.“
Kemudian, dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan penyidik tertentu misalnya penyidik tertentu Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), penyidik tertentu Kejaksaan, dan penyidik tertentu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diatur dalam UU.
Selanjutnya, Pasal 7 ayat (2) mengatur PPNS dan penyidik tertentu mempunyai wewenang berdasarkan UU yang menjadi dasar hukumnya. Dengan demikian, penyidik tertentu Kejaksaan tetap berwenang sesuai UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Kejaksaan tetap berwenang sidik kasus korupsi
Sementara itu Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tipikor dalam RUU KUHAP.
“Jadi kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tipikor menurut KUHAP yang baru,” kata Habiburokhman saat konferensi pers usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama sejumlah pakar untuk mendengarkan masukan terkait RUU KUHAP di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 24 Maret 2025.
Hal itu disampaikannya merespons informasi yang beredar di publik terkait Pasal 6 dalam draf RUU KUHAP yang menyebutkan jaksa tak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor.
“Ada yang menyebutkan kejaksaan tidak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor karena Pasal 6, penjelasannya Pasal 6 itu menyebutkan bahwa yang disebutkan adalah penyidik kejaksaan di bidang pelanggaran HAM berat,” ucapnya.
Untuk itu, dia meluruskan bahwa kabar yang menyebut jaksa tak lagi memiliki wewenang melakukan penyidikan tipikor dalam RUU KUHAP tidaklah benar.
“Tidak benar sama sekali bahwa kejaksaan tidak lagi memiliki kewenangan menyidik di tipikor karena naskah yang asli yang sudah kami kirimkan kemarin sudah jelas-jelas, di contoh juga kami sebutkan seperti adalah penyidik kejaksaan di bidang tipikor dan HAM berat,” tuturnya.
Menurut dia, pengaturan soal kewenangan institusi tidak ikut diatur dalam RUU KUHAP, termasuk kejaksaan.
“Memang KUHAP ini tidak mengatur soal kewenangan institusi, jadi dia hanya memberi contoh dari apa yang sudah berlaku,” kata dia.
Sebelumnya, Komisi III DPR RI segera menggulirkan pembahasan RUU KUHAP bersama Pemerintah, usai menerima Surat Presiden (Surpres) terkait pembahasan revisi UU tersebut pada Kamis, 20 Matret 2025.
“Draf final Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang akan dibahas segera karena Surpres-nya per hari ini sudah ke luar, sudah ditandatangani Presiden Republik Indonesia Pak Prabowo Subianto,” kata Habiburokhman. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)