SEMARANG, Lingkar.news – Dalam rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan diputuskan pembatasan kunjungan wisatawan yang boleh naik ke bangunan Candi Borobudur dengan menerapkan sistem kuota maksimal 1.200 orang per hari dan peningkatan harga tiket naik Candi hingga 1.500 persen.
Kebijakan tersebut menuai banyak reaksi keras dari masyarakat, karena dinilai terlalu mahal sehingga sulit dijangkau masyarakat.
Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah, Abdul Hamid mengatakan, kebijakan menaikkan harga tiket naik Candi Borobudur menjadi Rp750.000 dari semula Rp50.000 untuk turis lokal dan USD100 atau setara Rp 1,4 juta untuk turis luar, harus dapat dipertanggungjawabkan.
“Kalau kebijakan kenaikan tiket ini, maka pengelola harus menjelaskan bagaimana pemasukan dari jual tiket bisa mencukupi kebutuhan perawatan Candi. Terus target pendapatannya berapa, sehingga salah satu jalannya untuk meraih target itu dengan menaikkan tarif naik Candi,” ujarnya di Gedung DPRD Provinsi Jawa Tengah, Senin (06/06).
Ia menambahkan, naiknya tarif tiket masuk Candi Borobudur diharapkan mampu menaikkan omset pendapatan.
“Kalau hanya alasan pembatasan, semestinya nanti ketika situasi sudah mulai normal, berarti harus turun. Dengan berkurangnya persentase pengunjung yang diperbolehkan ke dalam, akan menurunkan pendapatan kalau tiketnya tidak dinaikkan. Kalau tiketnya naik ‘kan minimal bisa mencakup dari target pendapatan yang ada,” lanjut Abdul Hamid.
Sejauh ini, Abdul Hamid mengaku belum menerima keluhan dari masyarakat Semarang mengenai kenaikan tarif tiket tersebut. Namun, lanjutnya, dengan adanya kenaikan tarif tiket Candi Borobudur, tidak hanya masyarakat tetapi pedagang juga akan merasakan dampak dari kenaikan tersebut.
“Kita belum menerima masukan secara langsung, baru dengar ada kenaikan tiket di Borobudur. Pertama akan dikonsultasikan dulu dengan dinas dari provinsinya, bagaimana situasi kondisi lingkungan yang ada di sana, UMKM-nya bagaimana, masyarakatnya bagaimana, terus pengunjungnya sendiri bagaimana dan lain sebagainya. Dan kita nantinya bisa memberikan masukan kalau memang diperlukan,” ungkapnya.
Abdul Hamid pun menyampaikan harapannya supaya tiap pengelola tempat wisata bisa survive, meskipun di masa pandemi.
“Ya dalam masa pandemi tidak hanya Borobudur saja saya kira, mungkin di tempat wisata lain mengalami hal yang sama. Semoga ada kiat-kiat tertentu, bagaimana dengan minimnya pengunjung, tetapi omset yang didapatkan bisa sesuai target yang harus terpenuhi. Salah satunya dengan meningkatkan harga tiket,” imbuhnya.
Ia berharap, dengan menaikkan harga tiket akan mengimbang cash flow dalam pengelolaan sarana prasarana pariwisata.
“Ya tinggal pilihannya ini ada di masyarakat. Kalau memang ini diperlukan dan itu untuk kebaikan bersama, saya kira juga tidak masalah,” tandasnya. (Lingkar Network | Lingkar.news)