SURABAYA, Lingkar.news – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meminta jajarannya melakukan verifikasi dan kroscek (pencocokan) atas data dari pemerintah pusat yang menyebut 23.523 warga Kota Pahlawan, Jatim, masuk data kemiskinan ekstrem.
Eri Cahyadi dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Selasa, mengatakan hasil kroscek data dari pemerintah pusat dalam hal ini Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), berbeda dengan kondisi di lapangan, sebab data BKKBN berdasarkan data tahun 2019.
“Ini sudah kami sampaikan ke pemerintah pusat, karena data dari pusat ternyata rumahnya apik-apik (bagus), onok fotone (ada fotonya). Kami juga akan mengubah (data) itu,” ujar Eri.
Eri mengaku pihaknya tengah melakukan verifikasi sekaligus pencocokan data kemiskinan ekstrem dengan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Hasil dari kroscek itu selanjutnya disampaikan untuk update data ke pemerintah pusat.
“Jadi, data setiap rumah yang masuk kategori miskin atau tidak sudah ada fotonya, sudah ada kondisi rumahnya, sudah ada pengeluarannya. Jadi, yang masuk kategori miskin itu adalah pendapatannya sekitar Rp 600 ribu, tapi saya naikkan Rp 1,5 juta karena ini Surabaya,” kata dia.
Meski demikian, Eri memastikan pemkot akan terus peduli terhadap upaya-upaya penanggulangan kemiskinan, salah satu upaya yang sedang digalakkan pemkot saat ini adalah melalui program padat karya.
“Kalau kemiskinan hanya dikasih bantuan saja tidak dipikirkan pekerjaan apa, hari ini dia hanya menerima bantuan, tapi tidak tahu di tahun depan mau apa. Makanya di Surabaya ada pembuatan paving, cuci mobil dan macam-macam yang tujuannya untuk mengentas kemiskinan,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya Anna Fajriatin menjelaskan kategori kemiskinan ekstrem adalah warga yang hidupnya berada di bawah garis kemiskinan. Data BKKBN Pusat pada tahun 2019 mencatat terdapat 23.532 kemiskinan ekstrem di Surabaya.
“Data kemiskinan ekstrem ini bukan dari pemkot, tapi dari pemerintah pusat berdasarkan data dari BKKBN tahun 2019. Sehingga, data ini kami lakukan kroscek dan verifikasi,” kata Anna.
Supaya diketahui validitas data tersebut, kata Anna, proses verifikasi dan kroscek data di Surabaya dilakukan dengan beberapa tahapan.
Pertama, sebut Annat, kroscek dilakukan dengan data Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Kedua, kroscek dengan Data Terpadu Masyarakat Surabaya (DTMS) dan ketiga, kroscek dengan Cek-In warga untuk diketahui orang tersebut ber-KTP dan domisilinya apakah benar di Surabaya.
“Kemudian, kami cek lagi dengan Aplikasi Sayang Warga. Jadi, banyak kami cek supaya mendekati valid. Karena, datanya dinamis. Jadi, data yang kita terima tidak sepenuhnya benar, bisa jadi mungkin dulu miskin, namun sekarang tidak,” terangnya.
Anna menjabarkan salah satu parameter warga yang hidupnya berada di garis kemiskinan adalah memiliki pengeluaran sekitar Rp690 per kapita per hari. Sedangkan untuk parameter kemiskinan ekstrem, yakni pengeluaran per kapita di bawah Rp 358 ribu per hari.
“Sehingga, itu akan menjadi sasaran intervensi dari Pemkot Surabaya. Setelah kami cek datanya, ketemu KTP dan domisili Surabaya, maka ini yang akan menjadi sasaran prioritas kami,” pungkasnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)