PATI, LINGKAR – Masyarakat Muslim di Indonesia tengah merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan berbagai kegiatan keagamaan, memperingati hari kelahiran sosok agung yang menjadi panutan seluruh umat Islam. Meskipun tanggal kelahiran Nabi, 12 Rabiul Awal, sudah tercatat dalam sejarah, perayaan ini kerap berlangsung sepanjang bulan dengan semarak di berbagai daerah.
Bagi umat Islam, peringatan Maulid bukan sekadar momentum seremonial, melainkan sebuah ungkapan cinta yang mendalam kepada Nabi Muhammad. Ulama dari kalangan Ahlussunah wal Jama’ah menekankan bahwa peringatan ini mencerminkan penghormatan kepada tokoh yang telah membimbing manusia dari kegelapan menuju cahaya, atau dalam istilah Arab, “minaddzulumaati ilannuur”.
Namun, cinta kepada Nabi Muhammad sejatinya tidak boleh hanya diekspresikan pada bulan Rabiul Awal saja. Cinta ini harus dijalankan sepanjang masa, dengan meneladani setiap ajaran dan tindakan Nabi yang selalu didasari oleh cinta yang tulus, tanpa syarat.
Menurut David Ramon Hawkins, seorang peneliti ilmu kesadaran, cinta sejati adalah bentuk cinta tanpa syarat, yang berarti memberikan tanpa mengharapkan imbalan. Nabi Muhammad adalah teladan sempurna dari cinta semacam ini. Kehidupan beliau penuh dengan kasih sayang dan cinta yang tidak tergantung pada balasan atau syarat tertentu.
Salah satu kisah yang menggambarkan cinta tanpa syarat Nabi Muhammad adalah saat beliau setiap hari menyuapi seorang pengemis Yahudi yang buta. Meski pengemis itu sering mencaci-maki Nabi, beliau tetap menyuapinya dengan lembut, tanpa mengungkapkan jati dirinya. Pengemis itu bahkan memperingatkan agar tidak mendekati Muhammad, tanpa menyadari bahwa orang yang ia benci adalah orang yang menolongnya setiap hari.
Ketika Nabi Muhammad wafat, sahabatnya menggantikan tugas menyuapi pengemis tersebut. Namun, si pengemis menyadari ada yang berbeda. Ketika diberi tahu bahwa orang yang selama ini menyuapinya adalah Nabi Muhammad, air mata pengemis itu jatuh. Ia menyesali kata-kata kasarnya selama ini dan akhirnya memeluk Islam.
Kisah lain yang menunjukkan cinta tak bersyarat Nabi Muhammad adalah saat beliau berdakwah di Kota Thaif. Bukannya disambut dengan baik, Nabi justru dilempari batu hingga terluka. Meski begitu, beliau tidak menyimpan dendam. Bahkan, ketika malaikat menawarkan untuk menghukum penduduk Thaif, Nabi Muhammad menolak dan justru berdoa agar anak cucu mereka kelak menerima Islam. Doa ini terjawab, dan kini seluruh penduduk Thaif menjadi Muslim.
Cinta Nabi Muhammad adalah cinta yang tulus dan murni, tidak pernah mengharapkan imbalan. Cinta semacam ini memiliki kekuatan yang luar biasa, membawa kebaikan dan keberkahan bagi siapa saja yang menjadi penerimanya. Nabi selalu mengajarkan umatnya untuk menerapkan nilai-nilai cinta ini dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Nabi bersabda, “Tidaklah sempurna iman seseorang sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” Cinta ini harus terwujud dalam akhlak yang baik dan lembut, sebagai manifestasi dari ajaran Islam yang penuh kasih sayang.
Perayaan Maulid Nabi di Indonesia biasanya ditandai dengan pembacaan selawat dan syair pujian kepada Nabi. Namun, lebih dari itu, umat Islam diharapkan dapat meneladani akhlak beliau dalam kehidupan sehari-hari. Menjaga kerukunan dan kedamaian di tengah masyarakat adalah salah satu wujud cinta kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Di momen Maulid ini, mari kita tidak hanya memuji Nabi, tetapi juga meneladani cintanya yang tanpa syarat dalam setiap langkah hidup kita. (RARA – LINGKAR)