Lingkar.news – Kemarin, hari Jumat 22 Maret 2024, serangkaian gempa menggetarkan sejumlah wilayah di Jawa Timur. Menurut laporan yang dirilis oleh Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami, Daryono, gempa tersebut terjadi secara berturut-turut mulai dari pukul 11.22 WIB hingga 13.31 WIB. Delapan gempa susulan berikutnya memiliki magnitudo yang bervariasi, mulai dari 3,2 hingga yang terbesar mencapai 5,3 magnitudo.
Gempa pertama, yang berkekuatan 6 magnitudo, mengguncang perairan di sekitar 132 kilometer timur laut Kota Tuban. Berdasarkan data koordinat yang diberikan, gempa tersebut terjadi di koordinat 5.74 Lintang Selatan dan 112,32 Bujur Timur, dengan kedalaman 10 kilometer. Pusat gempa susulan juga terpantau berada di beberapa wilayah lain, termasuk Rembang, Lamongan, dan Surabaya.
Dampak dari gempa ini dirasakan oleh masyarakat di sejumlah kota dan kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Wilayah Jawa Tengah seperti Bawean, Jepara, Kudus, Semarang, dan Pekalongan turut merasakan getaran gempa, begitu pula dengan sejumlah wilayah di Jawa Timur seperti Tuban, Lamongan, Surabaya, Malang, dan masih banyak lagi. Bahkan, rumah sakit di Kota Tuban, seperti RS NU Tuban, terpaksa melakukan evakuasi pasien karena getaran yang cukup kuat.
Meskipun kejadian ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, BMKG memberikan penjelasan bahwa tidak ada ancaman tsunami pasca-gempa tersebut. Daryono, dari BMKG, menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu panik dan dapat melanjutkan aktivitas seperti biasa. Meskipun demikian, pihak BMKG tetap berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memonitor wilayah yang terdampak oleh gempa ini.
Lazim terjadi di masyarakat, lebih-lebih di media sosial, ketika terjadi suatu kejadian yang luar biasa maka sebagian isu mengarah ke hal-hal mistis dan ranah agama atau kepercayaan tertentu, tak jarang perbincangan berkembang menjadi suatu perdebatan yang saling menyalahkan satu dengan yang lain.
Lalu bagaimana sains memandang sebuah peristiwa yang terjadi? Gempa bumi misalnya, lebih jauh lagi adakah narasi yang bisa menjelaskan latah masyarakat ketika menyikapi sebuah bencana yang terjadi? Yuk simak penjelasan di bawah ini:
Fenomena yang mengaitkan bencana dengan mitos dan agama merupakan hasil dari kompleksitas budaya dan pola pikir masyarakat. Beberapa faktor yang mungkin memengaruhinya adalah:
- Tradisi dan Warisan Budaya: Indonesia kaya akan tradisi dan warisan budaya yang turun-temurun. Mitos dan kepercayaan spiritual telah menjadi bagian integral dari budaya masyarakat sejak zaman kuno. Seiring berjalannya waktu, warisan tersebut tetap terpelihara dan turut membentuk pola pikir kolektif masyarakat.
- Keterbatasan Pemahaman Ilmiah: Di beberapa daerah, terutama yang memiliki akses terbatas terhadap pendidikan dan informasi ilmiah, pemahaman tentang fenomena alam masih sangat tergantung pada kepercayaan lokal dan mitos yang berkembang. Ketidakpahaman terhadap ilmu pengetahuan alam seperti geologi, meteorologi, dan seismologi dapat menyebabkan masyarakat mencari jawaban dalam kerangka mitos dan kepercayaan agama.
- Konteks Sejarah: Sejarah Indonesia sendiri telah melibatkan berbagai bencana alam yang mengakibatkan kerugian besar baik dalam hal kehidupan maupun harta benda. Bencana seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi telah menjadi bagian dari narasi sejarah Indonesia. Dalam konteks ini, masyarakat mencari makna dan pemahaman tentang bencana-bencana tersebut melalui lensa mitos dan agama yang turut membentuk narasi budaya.
- Kebutuhan Psikologis: Mengaitkan bencana dengan mitos dan agama dapat menjadi mekanisme koping bagi masyarakat dalam menghadapi ketakutan dan kebingungan yang ditimbulkan oleh bencana alam. Keyakinan akan adanya kekuatan yang lebih tinggi, seperti Tuhan atau roh nenek moyang, dapat memberikan rasa penghiburan dan harapan dalam situasi yang sulit.
Dari sudut pandang antropologi dan sejarah, fenomena ini dapat dipahami sebagai bagian dari proses kultural dan historis yang membentuk identitas dan pola pikir masyarakat. Meskipun masyarakat modern semakin terbuka terhadap penjelasan ilmiah tentang bencana alam, mitos dan kepercayaan spiritual masih tetap memegang peran penting dalam cara masyarakat memandang dan merespons fenomena alam yang mengancam kehidupan mereka.
Hal-hal mistis atau mitos yang sering dikaitkan dengan bencana di Indonesia, khususnya di masyarakat Jawa
1. Jaya Baya
Prabu Jaya Baya adalah sebuah tokoh dalam mitologi Jawa yang sering disebut dalam ramalan dan kepercayaan tradisional Jawa. Namun, penting untuk dicatat bahwa informasi tentang Prabu Jaya Baya lebih sering ditemukan dalam cerita rakyat dan tradisi lisan daripada dalam catatan sejarah tertulis yang jelas.
Prabu Jaya Baya sering dihubungkan dengan ramalan atau peramal yang memiliki pengetahuan khusus tentang masa depan. Dalam tradisi Jawa, ia sering dianggap sebagai figur yang memiliki kebijaksanaan luar biasa dan mampu meramalkan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi.
Namun, karena karakteristik mitologisnya, cerita-cerita tentang Prabu Jaya Baya bisa bervariasi di antara daerah-daerah di Jawa. Beberapa versi cerita mungkin menekankan aspek-aspek tertentu dari karakternya atau perannya dalam cerita rakyat.
Meskipun Prabu Jaya Baya sering dihubungkan dengan ramalan, namun penting untuk diingat bahwa kebenaran dan keakuratan ramalan-ramalan tersebut tidaklah selalu dapat dibuktikan secara ilmiah. Ramalan seringkali dianggap sebagai bentuk kepercayaan spiritual atau tradisi budaya, dan dampaknya dalam masyarakat terutama terlihat dalam cara orang merespons dan merencanakan masa depan mereka.
Salah satu ramalan Jaya Baya yang terkenal adalah Ramalan Jaya Baya yang meramalkan tentang berbagai peristiwa yang akan terjadi di masa depan, terutama yang berkaitan dengan nasib suatu daerah atau bangsa. Beberapa ramalan yang diatribusikan kepadanya meliputi:
- Ramalan Tentang Kematian Raja: Ramalan ini sering dianggap sebagai salah satu yang paling terkenal. Dikatakan bahwa Jaya Baya meramalkan tanggal dan cara kematian seorang raja atau pemimpin yang sedang berkuasa.
- Ramalan Tentang Bencana Alam: Jaya Baya juga dikatakan meramalkan tentang bencana alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, atau banjir besar yang akan terjadi di suatu wilayah.
- Ramalan Tentang Kehancuran Kerajaan: Beberapa ramalan Jaya Baya juga berbicara tentang kehancuran kerajaan atau kejatuhan suatu bangsa yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penjajahan asing atau perang saudara.
- Ramalan Tentang Kesejahteraan: Di sisi lain, terdapat juga ramalan yang menyangkut kesejahteraan suatu masyarakat atau negara. Jaya Baya konon meramalkan tentang masa depan yang cerah dan kemakmuran bagi suatu kerajaan atau bangsa.
- Ramalan Tentang Kebijaksanaan Pemimpin: Selain itu, ramalan-ramalan Jaya Baya juga sering berfokus pada kualitas kepemimpinan seorang raja atau pemimpin. Ramalan tersebut mungkin berbicara tentang keberhasilan atau kegagalan pemimpin dalam memimpin suatu negara atau masyarakat.
Contoh ramalan Jaya Baya yang terkenal:
“Dino Jum’at Kliwon legi, tumindak tandhang, aja moco, mogo mripat banjir, adoh pring nu edan, pring tetut, lumutan abang, cah ayem abang tur golek peneman.”
Artinya:
“Pada hari Jum’at Kliwon legi, ada tanda-tanda bergetar, jangan membaca, mungkin akan datang banjir, ada sungai yang liar, sungai yang deras, air merah, suara ayam berkokok merah dan mencari teman.”
Dalam ramalan ini, terdapat petunjuk tentang kemungkinan datangnya banjir yang diindikasikan oleh “mogo mripat banjir” (kemungkinan datang banjir) dan deskripsi lingkungan yang mencerminkan suasana sebelum terjadinya banjir, seperti sungai yang liar dan deras, serta air yang berwarna merah. Meskipun tidak secara langsung menyebutkan gempa bumi, beberapa petunjuk seperti “tumindak tandhang” (bergetar) juga dapat diinterpretasikan sebagai pertanda gempa bumi.
Namun, penting untuk diingat bahwa ramalan-ramalan ini seringkali disampaikan dalam bahasa simbolik atau metaforis, dan dapat diinterpretasikan dengan berbagai cara. Keakuratan dan kebenaran ramalan-ramalan tersebut juga sering menjadi subjek perdebatan di kalangan ahli sejarah dan budayawan.
2. Khasanah Agama Islam
Terdapat beberapa kepercayaan atau interpretasi yang berkaitan dengan hadis atau ayat Al-Qur’an yang dikaitkan dengan bencana gempa bumi yang terjadi pada hari Jumat. Namun, penting untuk diingat bahwa interpretasi terhadap teks-teks agama seperti hadis atau Al-Qur’an dapat bervariasi di antara berbagai kelompok dan ulama. Berikut adalah beberapa kepercayaan yang berkembang terkait dengan hal tersebut:
Hadis Tentang Gempa Bumi di Hari Jumat: Beberapa hadis yang dikaitkan dengan bencana gempa bumi pada hari Jumat adalah yang menyatakan bahwa gempa bumi akan terjadi sebagai tanda kiamat atau sebagai ujian dari Allah SWT. Meskipun hadis-hadis ini tidak secara spesifik menyebutkan bahwa gempa bumi akan terjadi pada hari Jumat, namun ada interpretasi bahwa bencana tersebut dapat terjadi pada hari itu sebagai salah satu tanda-tanda besar yang disebutkan dalam hadis-hadis tersebut.
Ayat Al-Qur’an Tentang Kiamat: Beberapa ayat Al-Qur’an menyebutkan tentang tanda-tanda kiamat, yang di antaranya adalah gempa bumi. Interpretasi terhadap ayat-ayat ini sering kali mencakup pandangan bahwa bencana gempa bumi bisa terjadi sebagai bagian dari tanda-tanda kiamat yang akan datang. Meskipun ayat-ayat ini juga tidak secara spesifik menyebutkan hari Jumat, namun beberapa kepercayaan menafsirkan bahwa gempa bumi yang terjadi pada hari itu bisa menjadi bagian dari tanda-tanda tersebut.
Interpretasi Tradisional dan Budaya: Di beberapa masyarakat, terutama yang memiliki tradisi Islam yang kuat, ada kepercayaan bahwa bencana alam seperti gempa bumi memiliki makna dan implikasi spiritual yang dalam. Dalam konteks ini, gempa bumi yang terjadi pada hari Jumat bisa dianggap sebagai sebuah pengingat akan kekuasaan Allah SWT dan pentingnya untuk senantiasa bersiap menghadapi kiamat dan mengingat-Nya.
Dalam semua kepercayaan ini, penting untuk diingat bahwa interpretasi terhadap teks-teks agama dan hadis-hadis Islam dapat bervariasi, dan pandangan tertentu mungkin lebih mendominasi di beberapa komunitas atau kelompok daripada yang lain. Selain itu, sementara beberapa orang mungkin percaya bahwa gempa bumi pada hari Jumat adalah tanda-tanda kekuasaan Tuhan, yang lain mungkin memilih untuk melihatnya sebagai fenomena alam yang dipengaruhi oleh faktor-faktor geologis dan ilmiah.
Berikut adalah salah satu hadis yang sering dikaitkan dengan gempa bumi pada hari Jumat:
“Al-Saa’ah laa taqoomu hatta takthuraz-zalazil, wa tazharal fitanu, wa taqtulal qutl.”
Artinya:
“Waktu Kiamat tidak akan terjadi hingga gempa bumi semakin sering terjadi, fitnah-fitnah muncul, dan pembunuhan meningkat.” (HR:Bukhori Muslim)
Ini adalah hadis yang secara umum diartikan sebagai salah satu tanda-tanda Kiamat, yang menyebutkan bahwa gempa bumi akan menjadi salah satu fenomena yang semakin sering terjadi menjelang hari Kiamat. Meskipun tidak secara khusus menyebutkan bahwa gempa bumi akan terjadi pada hari Jumat, namun hadis ini sering kali dihubungkan dengan hari tersebut karena merupakan salah satu hari penting dalam Islam.
Nah, dari pemaparan di atas tentunya kita bisa memahami silang pendapat yang terjadi di masyarakat kita ketika menghadapi suatu peristiwa, khususnya bencana alam. (Ip-lingkar-news)