Lingkar,news – Belakangan ini istilah “Amicus Curiae” cukup menjadi perhatian publik masyarakat Indonesia sejak persidangan perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) digelar oleh Mahkamah Konstitusi pada 27 Maret 2024 lalu.
Banyak pihak yang berpartisipasi menjadi “Amicus Curiae” atau “Sahabat Pengadilan” dengan melayangkan pandangan atau argumentasi terkait kasus yang disidangkan.
Pengertian Amicus Curiae
Istilah “Amicus Curiae” berasal dari bahasa Latin dan telah digunakan dalam sistem hukum sejak zaman Romawi kuno. Konsepnya adalah bahwa individu atau kelompok yang memiliki minat dalam kasus tertentu dapat memberikan informasi atau pendapat kepada pengadilan untuk membantu dalam pengambilan keputusan. Praktik ini telah ada sejak berabad-abad yang lalu, meskipun mungkin memiliki variasi dalam aplikasinya di berbagai sistem hukum di seluruh dunia. Seiring berjalannya waktu, penggunaan istilah ini semakin umum terutama dalam sistem hukum yang didasarkan pada tradisi hukum Romawi, seperti sistem hukum di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Di Indonesia, istilah “Amicus Curiae“ umumnya digunakan dalam konteks hukum modern, terutama seiring dengan pengaruh sistem hukum barat. Penggunaan istilah ini mungkin mulai meningkat seiring dengan perkembangan sistem peradilan Indonesia pasca-kemerdekaan pada tahun 1945, terutama sejak diterapkannya sistem hukum berbasis hukum kontinental yang banyak dipengaruhi oleh hukum Belanda.
Meskipun demikian, prinsip-prinsip yang mendasari Amicus Curiae, yaitu partisipasi pihak ketiga dalam proses pengadilan untuk memberikan pandangan atau informasi tambahan kepada pengadilan, dapat ditemukan dalam beberapa praktik hukum tradisional di Indonesia sebelumnya, meskipun mungkin dengan istilah yang berbeda atau dalam konteks yang berbeda pula.
Sejak saat itu, Amicus Curiae telah menjadi semakin penting dalam sistem peradilan Indonesia, terutama dalam kasus-kasus yang kompleks atau kontroversial di mana keputusan pengadilan dapat memiliki dampak yang luas. Meskipun tidak ada tanggal pasti kapan istilah ini mulai digunakan secara luas di Indonesia, penggunaannya semakin umum seiring dengan perkembangan sistem hukum dan pengadilan di negara ini.
Partisipasi Amicus Curiae dapat memengaruhi keputusan hakim, meskipun tidak selalu. Seberapa besar pengaruhnya tergantung pada berbagai faktor, termasuk argumen yang diajukan oleh amicus curiae, kredibilitasnya, relevansi informasi yang mereka berikan, dan kebijaksanaan hakim yang mendengarkan pendapat mereka.
Dalam beberapa kasus, pengadilan mungkin menganggap pendapat amicus curiae sebagai sumber informasi yang berharga, terutama jika amicus curiae membawa argumen yang kuat dan pengetahuan khusus tentang masalah yang sedang dipertimbangkan. Namun, terkadang pendapat amicus curiae dapat diabaikan oleh pengadilan jika dianggap tidak relevan atau tidak membantu dalam memutuskan kasus.
Jadi, sementara partisipasi Amicus Curiae dapat mempengaruhi keputusan hakim, itu tidak menjamin perubahan dalam keputusan pengadilan. Keputusan akhir tetap bergantung pada fakta dan argumen yang diajukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut, serta kebijaksanaan hakim yang mempertimbangkan semua informasi yang tersedia.
Riwayat keterlibatan Amicus Curiae yang pernah terjadi di Indonesia
Dalam rangkaian kasus-kasus yang melibatkan Amicus Curiae di Indonesia, terdapat beberapa kasus yang terkenal, di antaranya:
- Kasus Majalah Time vs Presiden Soeharto (1999):
Majalah Time edisi Asia menerbitkan artikel berjudul “Soeharto Inc.” yang mengungkap bagaimana Presiden Soeharto membangun kekayaan keluarganya. Amicus Curiae mungkin terlibat dalam menyuarakan pentingnya kebebasan pers dan transparansi dalam pemerintahan.
2. Kasus Prita Mulyasari (2009):
Prita Mulyasari menjadi terkenal karena mengalami kesulitan hukum akibat surat keluhan yang dia kirimkan ke perusahaan tempatnya bekerja melalui email. Lima LSM mengajukan Amicus Curiae untuk mendukung Prita dalam kasus hukumnya, menyoroti isu hak asasi manusia dan keadilan.
3. Kasus Pembunuhan Brigadir Josua (2022):
Amicus Curiae diberikan kepada terdakwa dalam kasus pembunuhan ajudan Kadiv Propam Polri, Brigadir Josua. Amicus Curiae mungkin memberikan argumen atau informasi tambahan yang relevan dengan kasus tersebut.
Konteks Amicus Curiae dengan Sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi
Dilansir dari laman resmi MK di Jakarta, Kamis 28 Maret 2024: Sebanyak 303 orang dari akademisi maupun masyarakat sipil mengajukan menjadi Amicus Curiae. Tim perumus Amicus Curiae terdiri dari Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Benediktus Hestu Cipto Handoyo, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Dian Agung Wicaksono, Dosen Fakultas Hukum UGM Marcus Priyo Gunarto, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto, dan Dosen Fakultas Hukum UGM Rimawan Pradiptyo.
Berkas pengajuan Amicus Curiae diserahkan oleh perwakilan Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil, yakni Pengamat sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun serta Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto.
Terbaru, Amicus Curiae juga dilayangkan ke MK oleh Megawati Soekarno Putri presiden ke-5 Republik Indonesa, Megawati juga merupakan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), turut berperkara dalam sidang PHPU Pilpres 2024.
Dikutip dari Lingkar.news Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan Majelis Hakim mempertimbangkan seluruh berkas Sahabat Pengadilan alias amicus curiae terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang diterima.
Pasalnya, kata dia, semua berkas sahabat pengadilan tersebut akan dibaca bersamaan dengan pencermatan berbagai alat bukti pada masing-masing perkara dari semua pihak.
“Seperti apa Majelis Hakim nanti memposisikan amicus curiae, ya itu otoritas hakim,” kata Fajar saat ditemui di Gedung MK Jakarta, Selasa (16/4/2024)
Menurut Fajar, fenomena pengajuan Sahabat Pengadilan pada PHPU Pilpres kali ini cukup menarik lantaran menjadi pengajuan amicus curiae terbanyak dibandingkan pengajuan pada pilpres pada tahun-tahun sebelumnya. (ip-lingkar.news)