Jakarta, Lingkar.news – Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan lembaga kepresidenan masuk dalam kajian revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang sedang dibahas di DPR.
Pernyataan Doli tersebut menanggapi tentang peran presiden dalam penyaluran bantuan sosial yang berdampak pada perolehan suara terhadap salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Bahwa kemudian ke depan kita harus mengatur semua kelembagaan kita termasuk lembaga kepresidenan, saya kira itu perlu kita menjadi salah satu kajian kita dalam revisi undang-undang atau penyempurnaan sistem politik dan sistem pemilihan kita,” kata Doli saat ditemui di Sekretariat Negara Jakarta, Kamis.
Namun demikian, Doli menegaskan bahwa asumsi dan persepsi bahwa Presiden Joko Widodo melakukan intervensi atau “cawe-cawe” tidak terbukti, berdasarkan pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi (MK), karena aspek yuridis memang berbasis bukti dan kesaksian, bukan praduga/asumsi.
Terkait dengan penyempurnaan undang-undang dalam penyelenggaraan Pemilu, Doli mengatakan pihaknya di Komisi II DPR telah mengusulkan adanya revisi UU Pemilu dan UU Pilkada sejak awal masa bakti 2019.
Namun akhirnya terkendala pandemi COVID-19 yang membuat penyempurnaan UU Paket Politik yang telah disusun belum juga tuntas.
“Adanya revisi UU Pemilu dan UU Pilkada, bahkan itu menjadi bagian penyempurnaan undang-undang paket politik yang sudah kami susun, ada delapan itu. Tapi waktu itu karena ada COVID, akhirnya tertunda,” kata dia.
Dalam kesempatan sebelumnya (22/4), Ketua MK Suhartoyo mengatakan terdapat beberapa kelemahan dalam UU Pemilu, Peraturan KPU (PKPU), maupun Peraturan Bawaslu.
“Pada akhirnya menimbulkan kebuntuan bagi penyelenggara pemilu, khususnya bagi Bawaslu, dalam upaya penindakan terhadap pelanggaran pemilu,” kata Suhartoyo saat menyampaikan pembacaan pertimbangan putusan yang diajukan paslon capres dan cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Dia mengatakan bahwa UU Pemilu belum memberikan pengaturan terkait dengan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kampanye yang dilakukan sebelum dan setelah masa kampanye dimulai.
Suhartoyo menyebut demi memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pelaksanaan pemilu maupun pilkada selanjutnya, Pemerintah dan DPR penting ke depannya melakukan penyempurnaan terhadap UU Pemilu, UU Pilkada, ataupun peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan kampanye. (rara-lingkar.news)