YOGYAKARTA, Lingkar.news – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, berpesan para calon presiden (capres) yang bakal maju pada Pemilu 2024 agar memiliki jiwa kenegarawanan.
“Semua parpol, semua calon menghadapi Pemilu 2024 kuncinya punya jiwa kenegarawanan,” kata Haedar saat ditemui di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cik Ditiro, Yogyakarta pada Rabu, 5 Oktober 2022.
Menurut Haedar, para calon presiden harus mampu meletakkan kepentingan Indonesia di atas kepentingan pribadi.
“Meletakkan kepentingan Indonesia di atas kepentingan partai, kroni, dinasti, pribadi, dan kepentingan sempit lainnya. Itu poinnya,” ujarnya.
Sebelumnya, dua nama capres telah dideklarasikan dua partai politik (parpol) sebagai capres yang bakal diusung pada Pilpres 2024.
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem resmi mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden pada Pilpres 2024. Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh mengumumkan hal tersebut di Ballroom NasDem Tower, Jakarta pada Senin, 3 Oktober 2022.
Sementara, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) resmi mendukung Ganjar Pranowo pada Pemilu 2024. Selain itu, PSI juga memilih putri kedua Presiden ke-5 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid, untuk mendampingi Ganjar.
Sementara itu, Ketua Program Studi Magister Ilmu Al Quran dan Tafsir, Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran (PTIQ) Jakarta Dr. Abdul Muid Nawawi MA mengatakan meneladani Rasulullah dalam hal berbangsa dan bernegara adalah dari akhlaknya.
Abdul Muid mengatakan salah satu akhlak terpuji Nabi Muhammad SAW adalah Al-Amin (dapat dipercaya), yang dibuktikan dengan bagaimana beliau menjaga kesepakatan dan janji bersama.
“Kemuliaan akhlaknya. Dan yang dimaksud dengan kemuliaan akhlak disini secara spesifik adalah bahwa Rasulullah ini adalah orang yang memegang amanah, bergelar Al-Amin itu tadi yakni yang dapat dipercaya,” kata Abdul Muid di Jakarta pada Rabu, 5 Oktober 2022.
Menurut dia, dalam konteks bernegara, Nabi Muhammad SAW menerapkan apa yang disebut Piagam Madinah. Piagam Madinah itu merupakan sebuah fakta atau perjanjian yang melibatkan seluruh elemen masyarakat Madinah dengan segala perbedaan yang ada, seperti perbedaan agama, suku, tradisi, atau perbedaan lainnya yang kemudian itu dirangkul dalam suatu tempat namanya Madinah.
“Misalnya, kita telah sepakat dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), maka menepati janji itu atau menepati kesepakatan itu adalah bagian dari kemuliaan akhlak yang bisa kita teladani, tidak kemudian memaksakan kehendak suatu kelompok baik mayoritas ataupun minoritas untuk dipaksakan. Kalaupun ada perubahan, maka perubahannya tentu lewat kesepakatan juga, bukan lewat pemaksaan,” jelasnya seperti yang dirilis BNPT.
Abdul Muid juga menuturkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara memiliki kemiripan dengan Piagam Madinah yang memiliki fungsi guna mempererat persatuan di atas perbedaan dan melindungi masyarakat Indonesia dari segala ancaman.
“Pancasila itu merangkul seluruh perbedaan yang ada. Perbedaan agama, perbedaan suku, perbedaan ras, perbedaan budaya, semua itu dirangkul oleh Pancasila. Bahkan termasuk juga perbedaan kepentingan politik juga dirangkul dengan Pancasila oleh Persatuan Indonesia,” ungkap pria yang juga Anggota Gugus Tugas Pemuka Agama BNPT perwakilan dari ormas Islam Pengurus Besar Darud Da’wah Wal Irsyad (PB DDI) ini. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)