Tapera Dituding buat Biayai Program Makan Gratis dan IKN

BERI PELAYANAN: Petugas melayani peserta tabungan perumahan rakyat (Tapera) di Kantor Pelayanan Badan Pengelola Tapera, Jakarta. (Antara/Lingkar.news)

BERI PELAYANAN: Petugas melayani peserta tabungan perumahan rakyat (Tapera) di Kantor Pelayanan Badan Pengelola Tapera, Jakarta. (Antara/Lingkar.news)

JAKARTA, Lingkar.news – Munculnya program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai banyak protes dari masyarakat. Bahkan muncul narasi bahwa Tapera merupakan skema untuk membiayai program makan gratis.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membantah tudingan bahwa ada upaya pemerintah membiayai program makan gratis dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) lewat dana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

“Tapera ini tidak ada hubungannya dengan APBN, enggak ada upaya pemerintah untuk membayar makan gratis, apalagi untuk IKN. Semuanya sudah, IKN sudah ada anggarannya,” kata Moeldoko usai menggelar konferensi pers di Gedung Bina Graha Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Jumat, 31 Mei 2024.

Moeldoko menegaskan bahwa dana Tapera dikelola secara transparan melalui Komite Tapera yang dipimpin oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Komisioner OJK serta kalangan profesional.

Apindo Sukabumi Tolak Tapera, Sebut Berpotensi Bangkrutkan Perusahaan

Pembentukan Komite Tapera ini untuk mengawal pemupukan dana Tapera milik masyarakat agar tepat sasaran. Menurut Moeldoko, pro dan kontra terhadap program Tapera muncul karena masyarakat belum mengetahui program Tapera.

Hal itu menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada bulan ini.

Moeldoko menjelaskan bahwa program serupa untuk pendanaan rumah yang dikelola pemerintah sudah ada melalui Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) yang dikhususkan untuk ASN.

“Sesungguhnya ini sudah ada Bapertarum sebelumnya. Terus ada Tapera sebagai kelanjutan. Tapera ini diperluas yang tadinya hanya ASN, diperluas dengan pekerja dan mandiri swasta. Karena belum dipahami sebenarnya, kalau nanti ini setelah sosialisasi ini saya pikir masyarakat semakin paham,” kata Moeldoko.

Pinjam Istilah Agama “Ta’awun”, Wapres Ma’ruf Amin Yakinkan Dana Tapera Aman

Ia menambahkan bahwa Tapera bukan berbentuk iuran, namun pemupukan dana yang dapat dikembalikan kepada nasabah atau peserta jika sudah tidak terdaftar lagi sebagai peserta, seperti di-PHK, mengundurkan diri dan pensiun.

Dana Tapera berbasis pada akun individual (individual account) dalam bank kustodian per peserta, sehingga bisa diketahui riwayat dana dari masing-masing peserta.

Program Tapera Harus Disosialisasikan ke Masyarakat

Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), Ari Tri Priyono, meminta sosialisasi Tapera perlu ditingkatkan untuk menghindari polemik di masyarakat.

“Regulasinya sebenarnya sudah lama. Sebaiknya pemerintah dan Badan Pengelola (BP Tapera) segera menyosialisasikan kebijakan ini ke berbagai pihak,” kata Ari.

Menurut Ari, regulasi terkait tabungan perumahan sudah digulirkan sejak lima tahun lalu, hanya saja belum bisa langsung diterapkan.

Sebaiknya disampaikan saja bahwa pekerja justru diuntungkan karena gajinya tetap ada dalam bentuk tabungan serta bisa diambil jika tidak dipakai (tidak dimanfaatkan).

“Jelaskan juga kapan tabungan itu bisa cair dan bagaimana prosedurnya,” kata Ari setelah sebelumnya mengukuhkan kepengurusan DPP Himperra periode 2023-2027 di Gedung MPR/ DPR RI.

PP Tapera, Gaji Karyawan Dipotong 3 Persen Tiap Bulan

Menurut Ari, banyak pihak yang salah menangkap informasi terkait iuran tabungan perumahan. Padahal iuran yang dimaksud merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi kesenjangan angka kebutuhan rumah (backlog).

“Menurut saya pekerja justru diuntungkan. Karena 0,5 persen yang asalnya dari pemberi kerja itu masuk sebagai pendapatan dan disimpan ke tabungan perumahan untuk pekerja,” katanya.

Sedangkan 2,5 persen yang asalnya dari pekerja itu sendiri uangnya juga tidak hilang. Bisa dimanfaatkan untuk punya rumah atau jika tidak mau, bisa dicairkan sebagai investasi.

“Jadi ruginya di mana?” ungkap Ari.

Di sisi lain, Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah berhati-hati ketika mengeluarkan suatu kebijakan yang langsung bersinggungan dengan penghasilan atau akan berefek pada daya beli masyarakat. Ketika menyasar ke masyarakat tentunya sosialisasi yang diutamakan.

“Harus ada yang menyampaikan dengan baik. Sosialisasikan. Karena ini menyangkut kepentingan masyarakat luas,” kata Bambang yang juga Majelis Pembina Himperra.

Tetapi, menurut Bambang, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan daya beli masyarakat dulu. (Lingkar Network | Ant – Koran Lingkar)

Exit mobile version