JAKARTA, Lingkar.news – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty mendesak Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk mengevaluasi penerbitan seluruh izin konsesi pertambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya, dan berharap tidak ada tebang pilih.
“Kami mendapat banyak pertanyaan dari masyarakat kenapa Menteri ESDM hanya menindak PT Gag Nikel sedangkan yang lain tidak. Padahal Kementerian Lingkungan Hidup telah menyebut keempat perusahaan nikel di sana melakukan pelanggaran,” kata Evita Nursanty dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 9 Juni 2025.
“Raja Ampat ini adalah masa depan pariwisata, konservasi geologi, budaya dan kelestarian laut kita. Jadi, saya minta jangan korbankan Indonesia dan Raja Ampat hanya demi segelintir perusahaan nikel ini,” sambungnya.
Menurutnya, dibutuhkan ketegasan terhadap keberadaan tambang nikel di pulau-pulau kecil di Raja Ampat. Jika kehadiran tambang tersebut merusak ekosistem di Raja Ampat, maka harus ditutup tanpa pandang bulu.
Ia mencontohkan dengan tambang nikel di Pulau Kawe, Pulau Manuran, Pulau Batangpele yang berada di kawasan Geopark Raja Ampat, dan masuk juga di Kawasan Pengembangan Pariwisata Waigeo dan sekitarnya dalam Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional Raja Ampat Tahun 2024-2044, atau pada pusat aktivitas wisata di Raja Ampat.
“Pulau-pulau ini, termasuk Pulau Gag merupakan pulau kecil yang harusnya tidak boleh ditambang berdasarkan UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Aktivitas pertambangan nikel di pulau-pulau ini jelas melanggar undang-undang,” ujarnya.
Geopark Raja Ampat sendiri resmi diakui sebagai UNESCO Global Geopark pada 2023. Area wilayah geopark lebih kurang 36.660 km², mencakup Waigeo, Batanta, Salawati, Misool, dan terletak di jantung Coral Triangle, dengan 75 persen spesies karang global dan lebih dari 1.600 jenis ikan tersebar di sana.
Menurut Evita, keberlanjutan pengelolaannya sangat bergantung pada penanganan ancaman seperti pertambangan.
Evita mengatakan dirinya bersama tim Komisi VII DPR RI, komisi yang membidangi antara lain pariwisata, ekonomi kreatif, dan industri, telah melakukan pertemuan dengan Gubernur Papua Barat Daya dan para bupati, termasuk Bupati Raja Ampat bersama masyarakat beberapa minggu lalu.
Pertemuan tersebut untuk menyerap aspirasi daerah terkait pariwisata di sana, terutama setelah penetapan Raja Ampat sebagai Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) melalui Perpres No. 87 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional Raja Ampat Tahun 2024-2044.
Dalam Perpres itu, Raja Ampat merupakan destinasi pariwisata geopark kepulauan yang berkualitas, inklusif, serta berbasis konservasi dan masyarakat secara berkelanjutan serta menjadi penggerak bagi pembangunan ekonomi lokal.
Oleh karena itu, Evita berharap adanya kesamaan visi di antara kementerian/lembaga serta pemerintah daerah dalam membahas persoalan tersebut, termasuk dari sisi regulasinya, agar jangan sampai terjadi ego-sektoral.
“Kami melihat pertambangan di sana akan selalu berlawanan dengan rencana pembangunan pariwisata berkelanjutan di sana. Ini harus dibongkar, kita semua jangan melakukan pembohongan publik, sebab jika ini dibiarkan maka akan merugikan Raja Ampat, Papua Barat Daya, Papua, dan Indonesia. Masa demi 3-4 perusahaan tambang nikel ini kepentingan yang jauh lebih besar kita korbankan?” tegasnya.
Komisi VII DPR RI juga menangkap keresahan dari daerah yang tidak dilibatkan dalam pemberian izin tambang.
“Mereka (daerah) mengeluh karena hanya jadi penonton, bahkan perusahaan-perusahaan tambang ini berkomunikasi juga tidak dengan daerah. Itu diungkapkan para kepala daerah,” tutur Evita.
Dia mengatakan banyak kepala daerah yang meminta agar pemerintah daerah dilibatkan dalam proses awal.
Karena jika tidak dilibatkan, kata Evita, potensi kerusakan lingkungan bisa meningkat, dan terjadi ketimpangan-ketimpangan lain terutama dalam penerimaan daerah, dan bisa saja memicu konflik sosial karena kurangnya konsultasi dan partisipasi publik.
“Revisi regulasi teknis agar daerah diikutsertakan dalam proses evaluasi izin, dan meningkatkan mekanisme konsultasi publik sebelum izin diberikan,” ujarnya.
Jurnalis: Antara
Editor: Rosyid