BANTUL, Lingkar.news – Kementerian Hukum menetapkan Kalurahan Wukirsari di Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Kawasan Berbasis Kekayaan Intelektual 2025 Kategori Kawasan Karya Cipta.
Penetapan Kalurahan Wukirsari sebagai kawasan berbasis kawasan intelektual itu lantaran berbagai potensi ekonomi dan budaya yang dimiliki desa tersebut.
“Kalurahan Wukirsari ini dinilai secara mendalam oleh Kementerian Hukum sebagai kalurahan yang sejak dulu kala memang memiliki tradisi karya cipta yang kuat,” kata Bupati Bantul Abdul Halim Muslih usai menerima penghargaan Kekayaan Berbasis Intelektual 2025 untuk Wukirsari di Bantul, Jumat, 13 Juni 2025.
Menurut dia, di provinsi DIY, ada dua wilayah yang ditetapkan sebagai Kawasan Berbasis Kekayaan Intelektual dari Kementerian Hukum, yakni Kalurahan Wukirsari Bantul, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
“Ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bantul yang di dalamnya ada Kalurahan Wukirsari ini potensial untuk dikembangkan tradisi budaya karya cipta ini,” terangnya.
Bupati mengatakan, pemkab pun meyakini tidak hanya Desa Wukirsari, tetapi kalurahan-kalurahan yang lain di Kabupaten Bantul sejak dulu memiliki tradisi karya cipta yang sampai hari ini tradisi itu masih bertahan dan turun temurun.
“Di Kalurahan Wukirsari ada karya cipta batik, batik tulis, batik yang original, kemudian ada perajin tatah sungging yang memproduksi wayang kulit, dan ini merupakan warisan budaya Indonesia tak benda yang diakui oleh UNESCO,” terangnya.
Bupati Halim berharap penetapan Wukirsari sebagai Kawasan Berbasis Kekayaan Intelektual Kategori Kawasan Karya Cipta ini menjadi bukti bahwa pelestarian budaya bukan hanya tugas masa lalu, melainkan juga investasi masa depan.
“Saya berharap ini semakin menguatkan eksistensi Wukirsari sebagai wilayah yang kaya akan potensi budaya. Dan ini agar tidak hanya sekadar dilestarikan, tetapi Wukirsari akan semakin percaya diri sehingga lebih termotivasi, terdorong untuk meningkatkan karya ciptanya,” katanya.
Sementera itu Lurah Wukirsari Susilo Hapsoro mengatakan bahwa pengakuan ini tidak lepas dari konsistensi masyarakat dalam melestarikan budaya membatik di tiga padukuhan Wukirsari, yaitu Cengkehan, Giriloyo dan Karangkulon.
Menurut dia, ketiga pedukuhan yang berada di wilayah Wukirsari tersebut masyarakatnya dikenal aktif mempertahankan nilai-nilai budaya sejak era Sultan Agung.
“Budaya membatik di Wukirsari ini sudah ada sejak Sultan Agung membangun makam raja-raja Mataram di Imogiri. Hingga kini, pembatik aktif di wilayah kami berjumlah 643 orang,” terangnya.
Jurnalis: Antara
Editor: Ulfa Puspa